Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Perempuan yang Rawan Jadi Alat Politik

Kompas.com - 08/01/2018, 18:32 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Suara pemilih perempuan tak bisa dianggap sebelah mata dalam setiap gelaran Pilkada. Pada Pilkada 2015, misalnya, jumlah pemilih perempuan hanya kalah sedikit dari laki-laki.

Potensi besar itu dimanfaatkan oleh berbagai kekuatan politik untuk mendulang suara. Akibatnya, perempuan kerap dijadikan alat politik dengan iming-iming atau janji politik semu.

"Praktik-praktik yang terjadi seperti itu perempuan seperti dijadikan pendulang suara," ujar Ketua Solidaritas Perempuan Puspa Dewi di Jakarta, Senin (8/1/2018).

Baca juga : Ketua Solidaritas Perempuan: Kami Tidak Mau di-PHP-in Politik Lagi...

Tak cuma jadi pendulang suara, Puspa juga menilai kaum perempuan rawan dimanfaatkan oleh satu kekuatan politik untuk menghancurkan kekuatan politik lainnya.

Misalnya, dengan menghembuskan isu-isu negatif yang menyertakan kaum perempuan seperti isu wanita simpanan.

Organisasi Solidaritas Perempuan mendorong agar para perempuan siap memahami situasi politik, kritis, dan tidak tergiur janji-janji semu para kandidat kepala daerah.

Hal ini dinilai penting agar perempuan tidak masuk ke dalam pusaran kepentingan politik praktis yang justru mengecilkan derajat perempuan itu sendiri.

Baca juga : Tambah Menteri Perempuan? Ini Kata Jokowi...

Menurut Puspa, ada beberapa cara agar perempuan tidak lagi menjadi alat politik. Pertama yaitu dengan mengecek rekam jejak para calon kepala daerah yang maju di Pilkada serentak.

Jangan sampai, kata dia, kaum perempuan memilih calon kepala daerah yang menjanjikan hak-hak perempuan namun ternyata kandidat tersebut justru memiliki kasus kekerasan terhadap perempuan.

"Apakah perempuan mau pemimpin yang melakukan kekerasan kepada perempuan?" kata Puspa.

Baca juga : Seleksi Tertulis Bawaslu Provinsi, Keterwakilan Perempuan Masih Minim

Sementara itu, cara kedua yaitu meneliti program-program kerja kandidat kepala daerah. kaum perempuan harus bisa memastikan mana kandidat yang memiliki prioritas memperjuangan hak-hak perempuan, misalnya dari sisi kesehatan atau pendidikan.

Meski begitu, diakui Puspa, upaya memberikan edukasi politik kepada perempuan, terutama ibu-ibu, idak mudah. Selain persoalan pendidikan, kondisi sosial ekonomi juga punya pengaruh besar.

Misalnya, lantaran kebutuhan ekonomi, perempuan memilih calon kandidat karena iming-iming rupiah atau bantuan kebutuhan pokok.

Oleh karena itu, kata dia, persoalan itu menjadi tanggung jawab bersama. Tidak hanya organisasi kaum perempuan, namun pemerintah dan pihak-pihak lain yang upaya membebaskan perempuan sebagai alat politik praktis.

Kompas TV Dalam video, anak laki - laki berbuat asusila dengan perempuan dewasa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com