Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

72 Tahun Lalu, Perintah Rahasia Bung Karno dan Cikal Bakal Paspampres

Kompas.com - 03/01/2018, 05:25 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pada tanggal 3 Januari 1946, sebuah peristiwa bersejarah tercipta. Saat itu, sekelompok pemuda yang selama ini secara sukarela mengawal dan melindungi Presiden Soekarno menjadi saksi sekaligus pelaku sebuah operasi penyelamatan berlangsung.

Mantan pengawal Bung Karno, Mayjen TNI (Purn) Sukotjo Tjokroatmodjo dalam buku 70 Tahun Paspampres mengisahkan, pada akhir tahun 1945 kondisi di Jakarta kian tak kondusif. Kelompok pro-kemerdekaan dan kelompok pro-Belanda saling serang.

Ketua Komisi Nasional Jakarta  Mohammad Roem mendapat serangan fisik. Perdana Menteri Sjahrir dan Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin juga nyaris dibunuh simpatisan Belanda.

"Karena itu, pada tanggal 1 Januari 1946, Presiden Soekarno memberikan perintah rahasia kepada Balai Yasa Manggarai untuk segera menyiapkan rangkaian kereta api demi menyelamatkan para petinggi negara," ungkap Sukotjo.

Baca juga: VIDEO: Begini Kerja Paspampres Menjaga Kaesang saat Diserbu Masyarakat Nabire

Pada tanggal 3 Januari 1946, Bung Karno memutuskan untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta. Sejumlah pejabat negara mulai dari Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta beserta beberapa menteri/staf dan keluarganya harus segera bertolak ke Yogya.

Mantan pengawal Bung KarnoRepro Buku 70 Tahun Paspampres Mantan pengawal Bung Karno
Rombongan meninggalkan Perdana Menteri Sutan Sjahrir dan kelompok yang bernegosiasi dengan Belanda di Jakarta.

Perpindahan dilakukan dengan menggunakan kereta api berjadwal khusus sehingga disebut dengan Kereta Luar Biasa (KLB).

Perjalanan KLB ini mengunakan lokomotif uap nomor C2849 bertipe C28 buatan pabrik Henschel, Jerman, dengan rangkaian kereta inspeksi yang disediakan Djawatan Keretea Api (DKA).

Rangkaian kereta api ini terdiri dari delapan kereta mencakup satu kereta bagasi, dua kereta penumpang kelas 1 dan 2, satu kereta makan, satu kereta tidur kelas 1, satu kereta tidur kelas 2, satu kereta inspeksi untuk Presiden, dan satu kereta inspeksi untuk Wakil Presiden.

Baca juga: Lenggak-lenggok Paspampres Bergaya Layaknya Ade Rai...

Sukotjo mengisahkan, saat itu perjalanan dimulai pada sore hari dengan KLB berangkat dari Stasiun Manggarai menuju Halte Pegangsaan dan kereta api berhenti tepat di belakang rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur 56.

Setelah 15 menit keberangkatan, KLB kembali ke Stasiun Manggarai dan memasuki jalur 6. Kereta api kemudian melanjutkan perjalanan ke Jatinegara dengan kecepatan 25 km per jam.

KLB berhenti di Stasiun Jatinegara menunggu sinyal aman dari Stasiun Klender.

"Menjelang pukul 19.00, KLB melanjutkan perjalanan tanpa lampu dan bergerak lambat agar tidak menarik perhatian para pencegat kereta api yang marak di wilayah itu," tutur Sukotjo.

Tak hanya di dalam kereta, pengamanan juga dilakukan di jalur jalan raya yang bersinggungan dengan jalur kereta. Sebuah gerbong kosong diletakkan sebagai barikade.

Baca juga: Minta Bertemu Jokowi, Seorang Pria Ancam Tusuk Paspampres di Istana Negara

Selepas Stasiun Klender, lampu KLB dinyalakan dan kereta api langsung melaju cepat dengan kecepatan 90 km per jam. Sepanjang perjalanan, KLB hanya berhenti dua kali yakni di Stasiun Cikampek pada pukul 20.00 dan Stasiun Purwokerto pukul 01.00.

Kereta tiba di Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 1946 pukul 07.00.

Keberhasilan operasi senyap ini pun dijadikan dasar hari lahirnya Paspampres pada 3 Januari.

Halaman selanjutnya: Berawal dari sukarela

Bekas Komandan Detasemen  Kawal Presiden Soekarno, Mangil Martowidjojo, ketika menyalami Presiden Soekarno yang genap berusia enam puluh tahun pada tahun 1961Ipphos Bekas Komandan Detasemen Kawal Presiden Soekarno, Mangil Martowidjojo, ketika menyalami Presiden Soekarno yang genap berusia enam puluh tahun pada tahun 1961
Berawal dari sukarela

Lahirnya Paspampres tidak serta merta terbentuk dari organisasi profesional. Organisasi ini baru lahir secara resmi dengan nama "Paspampres" pada era Orde Baru.

Namun, jauh sebelum itu, pasca-Indonesia merdeka, upaya perlindungan atau pengawalan terhadap Presiden sebagai kepala negara sudah dilakukan.

Pada tahun 1945, misalnya, saat itu hanya polisi yang masih memiliki senjata. Sementara tentara yang berasal dari PETA ataupun Heiho sudah dibubarkan dan dilucuti senjatanya.

Alhasil, para pemuda polisi dari Tokubetsu Keisatsutai (pasukan polisi istimewa) merasa perlu ada pengawalan bagi Presiden dan pimpinan negara lainnya. Niat itu didorong rasa tanggung awab atas keselamatan pimpinan negara walaupun saat itu mereka hanya berbekal senjata api berupa pistol dan senapan seadanya.

Baca juga: Saat Jokowi "Ngerjain" Paspampres dan Para Menteri...

Pembantu Inspektur Mangil beserta delapan orang polisi pun mengajukan diri. Sementara itu, pimpinan polisi saat itu belum berani menentukan sikap karena masih berada di bawah pengawasan Jepang.

Setelah pusat pemerintahan dipindahkan ke Yogyakarta, Kapten Polisi Tentara Kafrawi mulai mengatur organisasi pengawalan. Kegiatan Kafrawi ini mendapat dukungan dari Polisi Tentara. Bentukan ini kemudian dinamakan Pasukan Pengawalan Istana Presiden (PPIP).

Sementara Inspektur Mangil memimpin kawal pribadi dengan identitas tetap sebagai polisi.

Pada 22 Juni 1946, dibentuk Polisi Tentara di bawah pimpinan Jenderal Mayor Santoso. Kemudian dilakukan kembali pengaturan di mana kawal priadi tetap di bawah Inspektur Mangil sedangkan untuk PPIP merupakan 1 kompi Polisi Tentara.

Menjelang tahun 1948, Polisi Tentara AD, Polisi Tentara AL diubah menjadi polisi militer yang meliputi angkatan perang.

Pengawalan VIP kemudian berada di bawah Batalion Mobil B CPM dengan pembagian Kompi I di bawah Kapten Tjokropranolo yang mengawal Panglima Besar Jenderal Sudirman, dan Kompi II di bawah Letnan Satu Susetio yang mengawal Presiden.

Pada 19 Desember 1948, Presiden Soekarno, Wapres Hatta beserta beberapa menteri membiarkan diri ditawan tentara Belanda. Sebagian besar Kompi II juga ditawan.  

Namun, Letnan Satu Susetio, Letnan Dua Sukotjo, Letnan Dua Ramelan, beserta 16 orang bintara dan Tamtama dapat meloloskan diri dan terus bergerilya sampai 29 Juni 1946.

Setelah kondisi negara dinyatakan aman, Kompi II kembali mengawal presiden dan mengambil alih pengawalan Istana Presiden di Merdeka Utara, Jakarta.

***
Pada 3 Januari 2018, Paspampres tepat berusia 72 tahun. Di usia yang tak lagi muda, segudang cerita menarik menyertai kerja Paspampres selama ini. Maka dari itu, selama dua hari, mulai Rabu (3/1/2017) hingga Kamis (4/1/2017), Kompas.com akan menurunkan cerita-cerita menarik dan inspiratif seputar kerja Paspampres dari masa ke masa.

Kompas TV Paspampres telah mengamankan pria yang mencoba menerobos Kompleks Istana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com