Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Hakim Lanjutkan Pembacaan Surat Dakwaan Novanto?

Kompas.com - 14/12/2017, 09:40 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua majelis hakim Yanto akhirnya tetap melanjutkan sidang pembacaan surat dakwaan untuk terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12/2017).

Hakim akhirnya mengesampingkan keluhan sakit yang disampaikan Novanto.

Lantas, apa alasan hakim tetap melanjutkan persidangan?

Setidaknya ada dua pertimbangan hakim dalam membuat keputusan. Pertama, keterangan dokter yang memeriksa Novanto.

Sebelum mengambil putusan, lima anggota majelis hakim meminta waktu untuk bermusyawarah. Hakim kemudian meminta pendapat para dokter yang dihadirkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

(Baca juga: 10 Hal Menarik dalam Sidang Perdana Setya Novanto)

Setidaknya ada empat dokter yang memeriksa kondisi kesehatan Novanto. Tiga dokter berasal dari RS Cipto Mangunkusumo dan satu dokter merupakan dokter pegawai KPK.

Dokter Johannes Hutabarat yang memeriksa Novanto sebelum persidangan memastikan Novanto dalam keadaan sehat dan mampu dihadirkan sebagai terdakwa. Sementara tiga dokter lain yang memeriksa Novanto di Pengadilan Tipikor menyatakan Novanto sehat dan layak mengikuti persidangan.

(Baca: Setya Novanto Mengaku Sakit, Tiga Dokter Nyatakan Sebaliknya)

Hasil pemeriksaan dokter menyebut Novanto tidak menderita diare seperti yang dikeluhkan sebelumnya. Kondisi tekanan darah dan gula darah dalam keadaan normal.

Selain itu, menurut ketiga dokter, Novanto mampu berkomunikasi dengan baik. Bahkan, merespons saat diminta menjulurkan lidah.

Ketua majelis hakim berkesimpulan bahwa keterangan dokter adalah yang benar. Apalagi, dokter menyatakan siap bertanggung jawab secara hukum atas laporan pemeriksaan tersebut.

Pertimbangan hukum acara pidana

Majelis hakim sependapat dengan permintaan jaksa agar persidangan tetap dilanjutkan dan surat dakwaan dibacakan. Hal itu mengacu pada Pasal 52 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Pasal tersebut menjelaskan bahwa dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.

Menurut jaksa, dalam hal ini, Setya Novanto telah menggunakan haknya yang diatur dalam Pasal 52 KUHAP. Menurut jaksa, Novanto menggunakan hak untuk memilih diam tanpa memberikan keterangan.

"Dalam hal terdakwa tidak menjawab pertanyaan, majelis memiliki kewajiban mengingatkan dan sidang diteruskan," ujar ketua majelis hakim Yanto.

Selain itu, majelis hakim juga mempertimbangkan pendapat penasihat hukum Novanto. Pada pokoknya, meski mempersoalkan kondisi kesehatan Novanto, penasihat hukum tetap menyerahkan putusan soal kelanjutan sidang kepada majelis hakim.

Kompas TV Sidang perdana kasus dugaan korupsi KTP elektronik dengan terdakwa Setya Novanto terpaksa diskors.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com