Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua KPK Sayangkan Kisah Korupsi Masa Lalu Tak Diajarkan ke Siswa

Kompas.com - 12/12/2017, 10:49 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo menyayangkan cerita tentang kasus korupsi masa lalu yang tidak masuk dalam materi pembelajaran di sekolah.

Agus menyinggung soal cerita korupsi era Pangeran Diponegoro yang tertulis pada buku "Korupsi dalam Silang Sejarah Indonesia, dari Daendles (1808-1811) sampai Era Reformasi" karya Peter Carey dan Suhardiyoto Haryadi.

Pada buku tersebut salah satunya mengkisahkan Pangeran Diponegoro menampar dengan selop Patih Yogya yang dianggap munafik serta korup, Danurejo IV, yang menjabat tahun 1813-1847.

(Baca juga : Jokowi Heran Banyak Pejabat Ditangkap, tetapi Korupsi Terus Ada)

Hal itu terjadi ketika pertengkaran tentang penyewaan tanah kerajaan kepada orang Eropa, sebelum perang Jawa.

Agus mengatakan, berdasarkan kisah itu, korupsi sebenarnya sudah ada sejak lama di bangsa ini.

"Sayangnya informasi ini enggak kita dapatkan waktu belajar si sekolah," kata Agus dalam sambutan di acara Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Harkodia) dan Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (12/12/2017).

(baca: Ketua KPK Bangga Indeks Persepsi Korupsi RI Nomor Tiga di ASEAN)

Agus mengajak semua pihak menjadikan korupsi sebagai suatu ancaman besar. Dalam ajaran Islam, kata dia, Nabi Muhammad SAW membenci korupsi.

Namun, dia menilai, masih banyak yang tidak meneladani sikap Nabi yang membenci korupsi tersebut.

Dalam kesempatan ini, Agus juga menyampaikan indeks persepsi korupsi Indonesia. Tahun 2017, Indonesia berada di posisi ke tiga dalam hal IPK di ASEAN.

Prestasi ini, kata dia, meningkat jika merujuk pascaIndonesia lepas dari Orde Baru. Pada saat itu, dari skala 100, IPK Indonesia baru di angka 17.

Angka itu kalah dari Thailand yang menempati angka 32, Filipina 36, Malaysia 51, Singapura sekitar 87 atau 90.

Sekarang ini, IPK Indonesia sudah di angka 37. Sementara Thailand dan Filipina yang dulu berada di atas kini di bawah Indonesia.

Sementara Malaysia yang berada di posisi kedua, meski masih di atas Indonesia, tetapi IPK-nya turun jika dibanding tahun 1999.

"Kalau dulu tahun 1999 dia (di angka) 51, terakhir (IPK) dia 49. Kita sudah naik 37, jadi nomor 3 di ASEAN. Patut kita syukuri. Mari kita jadikan korupsi ancaman bagi kita," ujar Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com