JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Indonesia Corruption Watch Adnan Topan menilai, Indonesia tidak belajar dari pengalaman kasus korupsi yang pernah terjadi sejak era kolonial.
Hal tersebut disampaikan Adnan dalam acara diskusi bertema "Membaca Sejarah, Merayakan Antikorupsi: Diskusi Buku Korupsi dalam Silang Sejarah Indonesia" di Cemara 6 Galeri, Gondangdia, Jakarta Pusat, Jumat (8/12/2017).
Dalam diskusi ini, Adnan menyinggung kisah sejarah korupsi yang ditulis Peter Carey, pada buku berjudul Korupsi dalam Silang Sejarah Indonesia, dari Daendles (1808-1811) sampai Era Reformasi itu.
Pada buku tersebut ditulis Pangeran Diponegoro pernah menampar Danurejo IV, Patih Yogya (1813-1847) yang munafik serta korup, dengan selop karena suatu pertengkaran tentang penyewaan tanah kerajaan kepada orang Eropa, sebelum perang Jawa.
Pengalaman sejarah itu dinilainya tidak menjadi pelajaran bagi Indonesia sehingga kasus korupsi masih berulang hingga saat ini.
Perang terhadap korupsi juga, lanjut dia, pendekatannya juga tidak berubah sejak era Kemerdekaan hingga Reformasi.
Pada era Soekarno, Adnan mengatakan, kebijakan pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negera (LHKPN) sebenarnya sudah ada. Tujuannya yakni untuk mengawasi korupsi di sektor pejabat publik.
Kemudian, pembentukan tim saber pungli oleh Presiden Joko Widodo, kata dia, praktiknya sudah ada seperti yang dilakukan Presiden Soeharto pada era Orde Baru, yakni dengan memberantas pemerasan dan korupsi-korupsi kecil.
Namun, hingga kini korupsi juga masih terjadi, bahkan malah merajalela.
Catatan ICW, lanjut Adnan, korupsi makin meluas hingga ke pemerintah di desa sejak kebijakan dana desa pada era Jokowi.
"Kita kok belum melangkah lebih maju. Ini catatan kritis kita, kenapa kita selalu mengulang hal yang sama (korupsi), bahkan sejak Pangeran Diponerogo hidup. Ini pengalaman untuk merefleksikan apa yang terjadi pada bangsa ini. Alih-alih diberantas (korupsinya), justru semakin merajalela," kata Adnan, di tempat diskusi, Jumat petang.
Dalam diskusi ini, dihadiri oleh Peter Carey, kemudian mantan Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah, dan penulis dan mantan jurnalis Suhardiyoto Haryadi.
"Buku ini memberikan pelajaran bagi kita untuk mengatakan secara sarkastik kita ini bebal, enggak belajar dari pengalaman yang terjadi," tambah Adnan.
Masih merujuk dari buku tersebut, Adnan menyatakan Indonesia tidak belajar dari pengalaman Inggris yang juga pernah menjalani reformasi setelah terpuruk. Namun, Indonesia dinilainya belum bebas dari korupsi pascareformasi.
"Reformasi kita, kita dilematis kekuatan lama yang selama bercokol, tidak semuanya runtuh. Struktur lama menyulitkan kita untuk melakukan apa yang Inggris telah lakukan," ujar Adnan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.