JAKARTA, KOMPAS.com — Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia, Mudzakir, menilai, sidang pembacaan dakwaan untuk tersangka korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto, seharusnya ditunda.
Menurut dia, Pengadilan Tipikor Jakarta perlu memperhitungkan hak Novanto untuk mengajukan praperadilan.
Hal itu dikatakan Mudzakir saat dihadirkan sebagai ahli oleh pengacara Novanto dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (11/12/2017).
"Ini juga seharusnya ditangkap oleh pengadilan yang membuat jadwal. Jangan sampai ini jadi permainan waktu, tidak bisa seperti itu," kata Mudzakir.
(baca: Dakwaan Novanto Dibacakan Sehari Sebelum Putusan Praperadilan)
Semestinya, menurut Mudzakir, hakim Pengadilan Tipikor lebih bijaksana dalam menetapkan tanggal sidang perkara pokok.
Sebab, apabila sidang pokok perkara digelar sebelum ada putusan praperadilan, praperadilan akan gugur.
Menurut Mudzakir, pengadilan pokok perkara sebaiknya menunda persidangan sampai hakim tunggal praperadilan menentukan sah atau tidak penetapan tersangka.
(Baca juga: Selain Otto, Fredrich Yunadi Juga Mundur sebagai Pengacara Novanto)
Di sisi lain, menunda sidang sama saja dengan menghargai hak Novanto memperoleh keadilan.
"Sebab, materi pokok perkara juga bergantung apakah penetapan tersangka itu sah atau tidak," kata Mudzakir.
Sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan terhadap Setya Novanto dijadwalkan digelar di Pengadilan Tipikor pada Rabu (13/12/2017).
(Baca juga: KPK: Penetapan Kembali Novanto Jadi Tersangka Tak Melanggar Asas Hukum)
Sementara itu, Kusno, hakim praperadilan, memperkirakan sidang pembacaan putusan baru digelar pada Kamis (14/12/2017) petang atau Jumat (15/12/2017) pagi.
Kepala Hubungan Masyarakat Pengadilan Tipikor Jakarta Ibnu Basuki sebelumnya menjelaskan, jadwal persidangan memang ditentukan maksimal tujuh hari setelah susunan majelis hakim ditetapkan.
Menurut Ibnu, pengadilan tipikor telah menerima berkas perkara atas nama Novanto pada Rabu (6/12/2017).
Seusai berkas diterima, ketua pengadilan segera menentukan susunan anggota majelis hakim.