JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan, penyelenggaraan Pilkada serentak 2018 mendatang berpotensi menimbulkan konflik horizontal.
Hal itu, kata Zainut, berdasarkan hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III MUI) 2017 pada 28 - 30 November 2017 di Bogor, Jawa Barat, yang menghasilkan sejumlah rekomendasi.
Salah satunya terkait kontestasi demokrasi di daerah yang digelar tiap lima tahun tersebut.
"Pilkada dapat meningkatkan tensi politik di dalam negeri jika tidak dikelola dengan baik," ujar Zainut dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/11/2017).
Ia mengimbau jajaran MUI di daerah agar tidak terbawa arus politik praktis mendukung calon tertentu kepala daerah dan wakilnya.
(Baca juga : Pilkada Serentak 2018, Lima Daerah di Magelang Rawan Konflik)
"Mengimbau kepada semua pengurus MUI agar menjaga institusi MUI tidak terbawa arus politik praktis dengan ikut dukung-mendukung calon tertentu," kata Zainut.
Alasannya, lembaganya harus netral dan berdiri diatas semua golongan, tidak terkecuali.
"MUI harus dapat berdiri di atas semua golongan, mengayomi dan membimbing semua kontestan agar menjauhi praktik kotor yang dilarang agama seperti money politic, kampanye hitam, dan kecurangan ," tuturnya.
Tak hanya itu, kata Zainut, MUI juga mengimbau seluruh calon kontestan yang akan bertarung di Pilkada untuk santun dan tidak hanya memikirkan kepentingan pribadi dan kelompoknya agar menang di Pillkada.
"MUI menghimbau kepada setiap kontestan Pilkada agar mengedepankan cara-cara yang baik, santun, tidak provokatif, serta senantiasa mengedepankan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan kelompok," ujar dia.
Pilkada serentak tahun 2018 akan diikuti sebanyak 171 daerah. Rinciannya ada 17 provinsi,115 kabupaten dan 39 kota. Beberapa provinsi di antaranya adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menetapakan tanggal pemungutan suara pada Pilkada Serentak 2018 mendatang yaitu tanggal 27 Juni 2018.