Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Enggan Proses Dugaan Pelanggaran Etik Novanto, MKD Dinilai Menyesatkan

Kompas.com - 18/11/2017, 21:54 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli tata hukum negara, Bivitri Susanti, menilai alasan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang tidak memproses dugaan pelanggaran kode etik terhadap Ketua DPR RI Setya Novanto adalah pandangan yang keliru.

"Saya ingin meluruskan pandangan MKD yang menyesatkan," kata Bivitri dalam sebuah acara diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (18/11/2017).

Bivitri mencontohkan, sikap Novanto yang tak mencerminkan etika baik seorang anggota dewan adalah saat kabur dari kediamannya, ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) datang.

Setya Novanto, kata dia, telah melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 kode etik DPR. Pasal 2 Ayat (2) menyinggung soal kepatuhan terhadap hukum, sedangkan Pasal 3 adalah mengenai integritas anggota dewan.

(Baca juga: MKD Belum Bisa Berhentikan Sementara Novanto dari Jabatan Ketua DPR)

Di samping itu, Pasal 81 Huruf (g) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) menyebutkan bahwa seorang anggota dewan berkewajiban menaati tata tertib dan kode etik.

Jika dinyatakan melanggar, maka sesuai Pasal 237 dan Pasal 238 dalam UU MD3, yang bersangkutan bisa dijatuhi sanksi etik oleh MKD.

"Bisa saja diberhentikan sebagai anggota dewan karena tidak melaksanakan tugasnya sebagai anggota dewan," ujar Bivitri.

Atas dasar itu, maka Bivitri menilai MKD seharusnya bergerak dan bukannya justru menyesatkan publik. MKD dapat memproses dugaan pelanggaran kode etik Novanto atas nama kehormatan dewan.

Ketua DPR Setya Novanto saat bersaksi di persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017). Hari ini, Novanto hadir menjadi saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi NarogongKOMPAS.com/Andreas Lukas Altobeli Ketua DPR Setya Novanto saat bersaksi di persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017). Hari ini, Novanto hadir menjadi saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong
Menurut dia, wacana publik (public discourse) harus terus dimainkan agar membuahkan hasil. Misalnya, dengan melaporkan pengacara Novanto dan dokter yang menangani Novanto atas dasar dugaan pelanggaran kode etik profesi.

Salah satu dari 560 anggota DPR, menurut dia, juga harus berani melaporkan Novanto agar nama DPR tak semakin tercoreng.

"Walaupun kita pesimis hasilnya. Tapi jangan berorientasi pada hasil. Kegilaan ini harus dilawan," kata dia.

(Baca juga: Soal Setya Novanto, MKD Diminta Bersikap)

KPK menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka pada 10 November 2017. Novanto sebelumnya lolos dari status tersangka dalam penetapan sebelumnya setelah memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.

Dalam kasus ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

Adapun sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dan dua mantan Pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.

Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Saat ini, Novanto sudah berstatus tahanan KPK meski Novanto masih dirawat di rumah sakit karena mengalami kecelakaan pada Kamis (16/11/2017) malam.

Novanto sempat menghilang saat petugas KPK mendatangi rumahnya, dan keberadaannya baru diketahui setelah mengalami kecelakaan.

Kompas TV Menurut Fickar, KPK memiliki alur penetapan tersangka yang berbeda dengan institusi penegak hukum yang lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com