JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian angkat bicara soal pernyataannya dalam wawancara khusus dengan media online yang belakangan menuai kontroversi.
Dalam wawancara tersebut, Tito menyinggung soal teknis pemeriksaan dan pertanyaan yang biasa ditanya penyidik kepada perempuan korban pemerkosaan.
Salah satunya, Tito menyatakan bahwa ada pertanyaan apakah korban merasa nyaman saat diperkosa.
Namun, Tito menyangkal bahwa ucapannya tersebut untuk melecehkan korban.
"Jangan sampai dianggap bahwa apa yang disampaikan di media online itu menggambarkan bahwa seolah-olah saya selaku Kapolri tidak peduli kepada korban pemerkosaan dan lain-lain. Saya sangat peduli," kata Tito saat ditemui di rumah dinasnya di Jalan Pattimura, Selong, Jakarta Selatan, Senin (23/10/2017) malam.
Tito menegaskan, selama ini Polri begitu peduli kepada korban, tak terkecuali korban tindak kekerasan seksual.
Baca: Bahas Pernyataannya soal Korban Pemerkosaan, Kapolri Bertemu Aktivis Perempuan
Polri memiliki unit perlindungan perempuan dan anak khusus untuk menangani kasus-kasus kekerasan maupun pelecehan. Unit tersebut diisi oleh para polisi wanita (polwan).
Ia mengatakan, mereka memiliki trik untuk menangani kasus tersebut dan memahami ilmu psikologi.
"Kalau ada pertanyaan-pertanyaan bersifat privasi, para polwan ini yang akan bertanya. Dan polwan-polwan ini tentunya sudah dilatih, kapan dia mengajukan pertanyaan itu, apakah dia perlu mengajukan pertanyaan itu," kata Tito.
Pertanyaan privasi tersebut, kata Tito, bisa ditanyakan sepanjang kepentingannya untuk mengungkap motif dan alat bukti.
Ia menganggapnya pertanyaan kunci yang jika tidak ditanyakan, maka pelakunya bisa saja lolos dengan alasan suka sama suka.
"Bisa saja orang pacaran mungkin suka, tapi kesekian kali dia enggak suka, dipaksa, itu bisa masuk klasifikasi pemerkosaan juga sebetulnya," kata Tito.
Tito mengatakan, korban pemerkosaan ada yang terbuka dan ada juga yang sangat tertutup.
Oleh karena itu, polisi yang menangani harus pintar mencari celah agar korban mau terbuka dan bisa membuktikan unsur pidana.
Penyidik juga harus melihat betul kondisi kejiwaan korban, apakah dalam kondisi yang stabil atau tidak. Penyidik tidak bisa menekan korban dengan pertanyaan jika kondisinya siap menjawabnya.
"Dia nanti dengan segala kedekatannya berempati, sehingga begitu dia bicara mau terus terang. Itu kan hati-hati bicaranya, jangan sampai menambah trauma yang bersangkutan," kata Tito.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.