JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menerima sejumlah aktivis perempuan yang tergabung dalam 18 lembaga swadaya masyarakat di rumah dinasnya, Jalan Pattimura, Jakarta Selatan, Senin (23/10/2017) petang.
Ia didampingi oleh sejumlah pejabat utama Polri, seperti Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Martuani Sormin Siregar, dan sejunlah polisi wanita.
Pertemuan tersebut membahas pernyataan Tito dalam sebuah wawancara eksklusif dengan media online.
Dalam pemberitaan tersebut, Tito menyinggung bagaimana polisi menginterogasi perempuan korban pemerkosaan.
"Untuk mengklarifikasi adanya berita di media sosial dan juga di media online, yang dibuat oleh salah satu media tentang pernyataan saya yang menyatakan, 'Kapolri Tito: korban perkosaan dapat ditanyakan yaitu menikmati atau tidak. Nyaman atau menikmati'. Saya lupa bahasanya itu," ujar Tito, setelah pertemuan di rumahnya, Senin malam.
Tito mengatakan, awalnya tim media yang mewawancarainya saat itu tidak membahas topik kekerasan atau perkosaan.
Tema besar wawancara itu mengenai terorisme, konflik oleh kelompok ISIS, dan deradikalisme. Kemudian, perbincangan dilanjutkan dengan sejumlah isu lainnya.
Tito mengatakan, disinggung juga soal penggerebekan tempat spa di kawasan Jakarta Pusat yang digunakan sebagai tempat pesta kaum gay.
"Saya ditanyakan, kenapa itu sampai ditindak? Saya menjawab bahwa ada undang-undangnya, yaitu undang-undang pornografi. Kemudian apakah karena LGBT-nya? Secara hukum, menilik hukum yang kuat hukum nasional. Tapi merupakan persoalan sosial, persoalan kebudayaan, bahkan persoalan keagamaan karena adanya larangan-larangan dari beberapa sejumlah agama yang tegas melarang itu," kata Tito.
Namun, Polri mengedepankan asas pidana bahwa tempat tersebut tidak digunakan sebagaimana semestinya.
Tito mengatakan, setelah itu disinggung soal teknis pemeriksaan terhadap orang yang pertanyaannya menyentuh privasi seseorang, bahkan dianggap melecehkan.
Saat itu, menurut Tito, ia mengatakan, pertanyaan-pertanyaan privasi itu bisa saja ditanyakan sepanjang berhubungan dengan kasusnya.
Hal tersebut dilakukan untuk mengungkap motif, untuk memenuhi alat-alat bukti, dan sebagainya.
Ia memastikan bahwa ia akan menurunkan tim untuk menanyakan kepada penyidik bagaimana persisnya pertanyaan yang diajukan penyidik, apakah benar melecehkan atau tidak.
Jika ada pelanggaran, tentu akan dikenakan sanksi.
"Kemudian saya mencontohkan seperti dugaan-dugaan kasus perkosaan, saya bilang itu beberapa pertanyaan-pertanyaan yang mungkin sangat-sangat privat yaitu juga ditanyakan. Mengenai masalah mungkin intercourse persetubuhan, adanya masalah paksaan bahan ke konsen apakah ada persetujuan atas itu misalnya," kata Tito.
Selain itu, kata Tito, dalam pertemuan dengan aktivis perempuan juga dibahas kerja sama ke depan untuk perlindungan perempuan dan anak. Hal ini terutama yang terkait dengan kasus-kasus kekerasan.