Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Densus Tipikor, Pimpinan MPR Nilai Perlu Ada Pembahasan UU

Kompas.com - 13/10/2017, 16:51 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menilai perlu ada pembahasan dari sisi regulasi terkait rencana pembentukan Detasemen Khusus Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) oleh Kepolisian RI.

Ini diperlukan agar tidak ada tumpang tindih antar-penegak hukum.

"Itu undang-undang harus yang membatasi. Supaya tidak terjadi kasus seperti senjata sekarang, ini kan juga tumpang tindih. Jadi semuanya dalam negara hukum harus diatur kewenangannya dalam undang-undang," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (13/10/2017).

Hidayat melanjutkan, salah satunya soal karakteristik kasus korupsi yang bisa ditangani, baik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun institusi penegak hukum lainnya. Sehingga KPK, kata dia, dapat fokus pada kasus-kasus besar.

"(Aturan undang-undang) biar definitif sekalian. Jadi tidak lagi muncul saling klaim atau saling membiarkan," tutur Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

(Baca juga: KPK Akan Serahkan Kasus Kecil kepada Densus Tipikor)

Menurut dia, tiga institusi penegak hukum, yakni Kepolisian, Kejaksaan dan KPK juga harus sama-sama meningkatkan kualitas institusinya. Sehingga, jika nantinya ada pembahasan soal kewenangan, seperti kewenangan penuntutan, maka rakyat bisa menilainya secara rasional.

"Jangan sampai kita hanya gaduh untuk mempertentangkan antar-lembaga pemberantasan korupsi tapi korupsi jalan terus semakin merajalela," ucap dia.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menyampaikan, pihaknya ingin mengadopsi sistem penuntutan seperti di KPK untuk diterapkan dalam Densus Tipikor.

Di KPK, penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dilakukan dalam satu atap. Sistem seperti itu ingin diterapkan agar berkas perkara tak bolak balik antara kepolisian-kejaksaan seperti yang selama ini terjadi.

Kejaksaan Agung sebelumnya enggan bergabung dengan Densus Tipikor. Menurut Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, jika bergabung Densus Tipikor, ada kekhawatiran Kejaksaan Agung dinilai sebagai saingan KPK.

"Menghindari ada anggapan nanti ini (bergabungnya kejaksaan ke Densus Tipikor) dianggap saingan KPK," kata Prasetyo, saat rapat dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/10/2017).

(Baca: Khawatir Dianggap Saingan KPK, Kejagung Enggan Gabung Densus Tipikor)

Adapun ahli hukum pidana Ganjar Laksmana menilai, tidak mungkin Densus Tipikor Mabes Polri untuk punya kewenangan penuntutan.

Menurut Ganjar, keinginan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian agar Polri mengadopsi sistem penyidikan dan penuntutan satu atap seperti halnya KPK, tidak memiliki dasar hukum.

"Kalau Densus Tipikor punya kewenangan penuntutan, kan jadi KPK baru. Poinnya begini, densus ini dibentuk dengan dasar hukum apa?" kata Ganjar, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (12/10/2017) malam.

Menurut Ganjar, sistem itu bisa saja diadopsi jika dibuat undang-undang khusus terkait pembentukan Densus Tipikor.

(Baca: UU Dinilai Jadi Kendala Densus Tipikor Punya Kewenangan Penuntutan)

Kompas TV Ketua KPK Agus Rahardjo mendukung wacana pembentukan detasemen khusus tindak pidana korupsi untuk polri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com