JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri berpendapat bahwa Presiden Joko Widodo harus menyatakan sikapnya terkait pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal upaya pembelian 5.000 senjata api oleh institusi nonmiliter.
Pernyataan Gatot itu terungkap dalam rekaman suara di media sosial saat dia berbicara dalam silaturahim Panglima TNI dengan purnawirawan TNI di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9/2017).
Saat itu, Gatot juga bicara soal larangan bagi Kepolisian RI untuk memiliki senjata yang bisa menembak peralatan perang TNI.
Menurut Puri, pernyataan langsung dari Presiden Jokowi penting untuk menunjukkan sejauh mana soliditas seluruh aparat keamanan, termasuk TNI dan Polri, tetap terjaga.
"Jokowi harus bersikap untuk menunjukkan bahwa aktor keamanan di Indonesia solid di bawah kontrol Presiden," ujar Puri saat memberikan keterangan pers di di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (25/9/2017).
"Presiden harus memastikan aktor-aktor keamanan tidak akan melakukan tindakan di luar hukum," kata dia.
(Baca juga: Imparsial Minta Panglima Beri Contoh Baik untuk Sinergi TNI-Polri)
Di sisi lain, kata Puri, sebagai panglima tertinggi Presiden Jokowi harus bisa memastikan seluruh aparat keamanan seperti TNI, Polri dan BIN, bersikap profesional.
Menurut Puri, seluruh aktor di sektor keamanan seharusnya tunduk pada otoritas sipil demokratis, yakni presiden, dan bertindak dalam koridor hukum.
"Kita ingin punya TNI yang tunduk pada konstitusi," ujar Puri.
(Baca juga: Klarifikasi Pernyataan soal 5.000 Senjata, Komisi I Segera Panggil Panglima TNI)
Belakangan, Panglima TNI mengakui bahwa rekaman tersebut memang pernyataannya.
Namun, dia menegaskan bahwa pernyataan itu bukan untuk publik. Sehingga, ia tidak mau berkomentar lagi soal substansi pernyataan dalam rekaman itu.
(Baca: Panglima TNI Akui Rekaman Pernyataannya soal 5.000 Senjata Api)
Menanggapi pernyataan Panglima TNI, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menjelaskan bahwa institusi non-militer yang berniat membeli senjata api adalah Badan Intelijen Negara (BIN) untuk keperluan pendidikan.
Jumlahnya tak mencapai 5.000 pucuk, tetapi hanya 500 pucuk. BIN juga sudah meminta izin ke Mabes Polri untuk pembelian senjata itu.
Izin tak diteruskan ke TNI lantaran spesifikasi senjata yang dibeli BIN dari Pindad itu berbeda dengan yang dimiliki militer.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.