JAKARTA, KOMPAS.com - Solidaritas Lintas Agama untuk Myanmar (SALAM) mengapresiasi langkah Pemerintah Indonesia dalam mengupayakan solusi untuk mengatasi tragedi kemanusiaan yang dialami warga Rohingya di Rakhine, Myanmar.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj, salah satu anggota solidaritas, mengatakan, langkah politik pemerintah dan bantuan kemanusiaan yang dikirimkan merupakan langkah konkret yang harus didukung.
Said menyatakan ketidaksetujuannya atas penyataan sejumlah pihak yang menyebut bantuan pemerintah sebagai bentuk pencitraan.
"Kami mengapresiasi dan mendukung penuh langkah pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi dan juga Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam mengupayakan solusi untuk mengatasi tragedi kemanusiaan warga Rohingya," ujar Said saat memberikan keterangan pers di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (22/9/2017).
"Pemerintah cepat tanggap. Bukan pencitraan," tambahnya.
(baca: Prabowo Sebut Bantuan Indonesia untuk Rohingya Hanya Pencitraan Jokowi)
Pertemuan tersebut terjadi sebelum Menlu Retno bertemu dengan pemerintah Myanmar pada Senin (4/9/2017) lalu.
(baca: Ruhut: Prabowo Kebelet Mau Nyapres, Jadi Asal Komentar)
Kemudian, lanjut Said, Presiden Joko Widodo pernah meminta dia datang ke Istana dan membicarakan tragedi kemanusiaan tersebut.
"Sudah ada dua pesawat Hercules yang mengangkat bantuan. Ibu Retno sebelum ke sana juga bertemu saya. Pesiden Jokowi tanggal 7 kemarin memanggil saya untuk membicarakan tragedi kemanusiaan Rohingya," kata Said.
Hal senada juga diungkapkan oleh perwakilan dari Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Uung Sendana.
(baca: Golkar Anggap Prabowo Sengaja Manfaatkan Isu Rohingya)
Menurut Uung, semua pihak perlu mengapresiasi dan mendukung upaya pemerintah. Dia meyakini bahwa upaya tersebut murni upaya kemanusiaan dan bukan sebagai bentuk pencitraan pemerintah.
"Kita mesti belajar untuk mengapresiasi yang dilakukan oleh pemerintah bahkan juga oleh pihak lain. Upaya ini saya yakin bukan untuk pencitraan," ucap Uung.