Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bantah soal Ujaran Kebencian, Pengacara Jelaskan Aktivitas Asma Dewi

Kompas.com - 14/09/2017, 08:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Kuasa Hukum Asma Dewi yang juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum Bang Japar (Jawara dan Pengacara), Djudju Puwantoro, membantah bahwa kliennya terlibat dalam kelompok Saracen dan melakukan ujaran kebencian.

Menurut Djudju, Asma Dewi yang saat ini merupakan tersangka kasus ujaran kebencian, memiliki aktivitas seperti layaknya ibu-ibu lain. Tidak ada hal yang berbeda dan berlebihan dalam aktivitas kesehariannya.

"Ya seperti ibu-ibu kebanyakan yang lain ya. Tidak macam-macam begitu," Djudju saat dihubungi di Jakarta, Rabu (13/9/2017).

Selama ini, ucap Djudju, kliennya hanya dikenal sering aktif dalam komunitas majelis taklim dan pengajian-pengajian, serta pergerakan muslim yang peduli atas situasi dan kondisi yang terjadi belakangan.

(Baca juga: Siapa Asma Dewi, Ibu Rumah Tangga yang Transfer Rp 75 Juta ke Saracen?)

Dari hal itu, dia meragukan Asma Dewi melakukan hal-hal yang bersifat ujaran kebencian. Menurut Djudju, post yang ditulis dan diunggah Asma Dewi di Facebook merupakan sebuah kritik yang konstruktif atas situasi yang terjadi.

"Seperti yang saya bilang, postingan itu sebuah kritik konstruktif. Tidak ada nada yang bersifat ujaran kebencian soalnya," ujar dia.

Begitupun dengan sangkaan pihak kepolisian yang dianggap mengaitkan Asma Dewi dengan kelompok yang sama sekali tidak dikenal oleh Asma selama ini.

Kondisi terakhir, jelas  Djudju, hingga hari ini kondisi dari kliennya masih baik dan tidak terpengaruh sama sekali dengan pemberitaan yang beredar di luar. Asma Dewi masih yakin tidak bersalah dalam kasus ujaran kebencian tersebut.

Penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri masih melakukan pendalaman terhadap dana Rp 75 juta yang dialirkan oleh Asma Dewi ke anggota kelompok penyebar ujaran kebencian, Saracen.

(Baca juga: Bendahara Saracen yang Terima Rp 75 Juta dari Asma Dewi Masuk Radar Polisi)

Polisi masih menelisik kemungkinan dana tersebut digunakan untuk menyewa jasa Saracen karena jumlah yang dialirkan AsmaDewi hampir sama besarannya.

Berdasarkan hasil penelusuran sebelumnya, polisi menemukan proposal jasa penyebaran ujaran kebencian Saracen dengan harga Rp 72 juta.

"Soal Rp 75 juta dijelaskan kemarin. Kami lihat ada fakta yang kami temukan adanya proposal. Kami lihat ada aliran dana. Ada Rp 72 juta, ada Rp 75 juta, itu kan hampir dekat," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Martinus Sitompul, Selasa (12/9/2017).

"Apakah itu peristiwa pemesanan akan dilihat nanti dari fakta yang ada," kata dia.

Penyidik saat ini masih melakukan pengembangan terhadap kasus ini dengan melihat kemungkinan adanya percakapan, komunikasi, aliran dana, atau pertemuan.

"Harus satu-satu digali. Tidak bisa seseorang diperiksa menyatakan semua tidak bisa. Seorang berkata A, kita tidak langsung percaya yang dikatakan A. Kita gali lagi informasi dari lainnya. Kita sandingkan apakah benar informasi A itu dari fakta itu," ujar Martinus.

(Amriyono Prakoso/Tribunnews.com)

***

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul: "Pengacara Asma Dewi: Klien Saya Ini Aktif di Majelis Taklim"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com