Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua KPK Minta Maaf Menyinggung Anggota Pansus Angket

Kompas.com - 12/09/2017, 18:06 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo meminta maaf terkait pernyataannya yang mempertimbangkan menggunakan pasal menghalangi proses penyidikan dan persidangan terhadap Pansus Hak Angket DPR.

Ia mengaku tak bermaksud menjerat Pansus Angket KPK dengan pasal tersebut.

"Saya mohon maaf perkataan itu menyinggung, mengancam baik di Komisi III dan Pansus. Tapi kalau di perhatikan pertama saya tidak mengancam, karena kami mempertimbangkan dan mempelajari," ujar Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/9/2017).

 

(baca: Pendidikan Penyidik KPK Dipertanyakan, Agus Rahardjo Sindir Komisi III)

Ia memahami pasal tersebut tak bisa menjerat lembaga, melainkan perorangan. Ia mengatakan KPK pernah menggunakan pasal tersebut kepada dua orang.

Agus menambahkan, penggunaan pasal tersebut dianggap sah karena banyak ahli hukum yang menyarankan hal itu melalui media massa.

Terlebih, lanjut Agus, pasal obstruction of justice juga termaktub dalam aturan di United Nations Against Corruption (UNCAC).

"Kami sudah dua orang (menggunakan pasal obstruction of justice). Kasus Muchtar Effendi dan kedua kasus Markus Nari. Kami tujuannya bukan untuk lembaga apalagi kepada Pansus karena Pansus kewenangan kepada negara," lanjut Agus.

(baca: Datangi KPK, Politisi PDI-P Masinton Pasaribu Minta Ditahan

Dikutip dari Tribunnews.com, Ketua KPK sebelumnya mengatakan bahwa KPK tengah mempertimbangkan penjeratan pasal 'obstruction of justice' atau perbuatan yang menghalang-halangi proses penegakan hukum terhadap anggota Panitia Khusus Hak Angket KPK.

"Kami sedang mempertimbangkan, misalnya kalau begini terus (pasal) obstruction of justice bisa saja kami terapkan karena kami sedang menangani kasus besar yang terus dihambat," tegas Agus, Kamis (31/8/2017) di KPK.

Ia juga berharap masyarakat terus mendukung dan mengawal KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Mudah-mudahan, kalau rakyat mendukung juga kami bisa optimal melakukan kerja pemberantasan korupsi," tambah Agus.

Pasal yang mengatur obstruction of justice tertuang dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun bunyi Pasal 21 itu yakni, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi 4 Negara Kerjasama Demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi 4 Negara Kerjasama Demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com