JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Setya Novanto Ketut Mulya Arsana, mengatakan, pihaknya akan mengikuti proses yang berjalan pada sidang gugatan praperadilan melawan
Komisi Pemberantasan Korupsi diajukan kliennya.
Novanto menggugat penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Pernyataan ini disampaikan Ketut menanggapi permintaan KPK mengajukan penundaan sidang praperadilan Novanto.
Permohonan penundaan sidang itu disampaikan perwakilan KPK pada sidang perdana praperadilan Novanto, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/9/2017).
Baca: Ini Alasan KPK Minta Sidang Praperadilan Setya Novanto Ditunda
"Kita sudah lihat di proses tadi ya, kami ikutin prosesnya saja. Kita tunggu tanggal 20 (September)," kata Ketut seusai persidangan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa.
Ketut tak mau berprasangka soal kemungkinan adanya unsur kesengajaan KPK agar mengulur waktu untuk melengkapi berkas Novanto.
"Saya enggak bisa berkomentar tentang hal itu," ujar Ketut.
Ketut menyatakan pihaknya tidak kecewa dengan penundaan sidang ini. "Enggak, mungkin itu proses ya," ujar Ketut.
Sebelumnya, hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan menunda sidang praperadilan penetapan tersangka Setya Novanto oleh KPK.
Penundaan ini diputuskan setelah hakim menerima permohonan yang diajukan oleh KPK.
Baca: KPK Minta Praperadilan Novanto Ditunda, Hakim Tunda hingga Pekan Depan
Hakim memutuskan sidang ditunda selama delapan hari ke depan atau sampai Rabu (20/9/2017), lebih sedikit dari jangka waktu yang diminta KPK hingga tiga minggu waktu penundaan.
Alasan KPK, seperti pada permohonan yang dibacakan hakim, yakni untuk dapat mempersiapkann syarat-syarat adminsitrasi lainnya.
Novanto sebelumnya mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh KPK, pada kasus e-KTP.
Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017 lalu.
Novanto diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP.
Sewaktu menjabat Ketua Fraksi Golkar di DPR, ia diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.
Selain itu, Novanto diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.