JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa dikategorikan sebagai salah satu objek hak angket.
Menurut dia, KPK merupakan lembaga independen yang menjalankan fungsi penegakan hukum meski tidak disebut sebagai bagian dari lembaga yudikatif.
Hal ini disampaikan Bivitri dalam sidang uji materi soal hak angket yang digelar di Mahkamah Konstitusi, Selasa (5/9/2017).
Bivitri diajukan sebagai ahli dari pemohon uji materi nomor perkara 47/PUU-XV/2017.
Baca: Alasan MK Belum Keluarkan Putusan Sela Uji Materi soal Hak Angket
Ia menilai, pernyataan bahwa KPK merupakan lembaga independen sudah termuat dalam putusan MK pada beberapa perkara sebelumnya.
"Ada pertimbangan hukum dalam putusan MK (nomor perkara) 012, 016, 019/PUU-IV/2006 yang telah berupaya menjelaskan konteks KPK. Mahkamah berpandangan bahwa KPK bukan wilayah yudikatif, tetapi merupakan lembaga negara independen yang menyelenggarakan fungsi penegakan hukum," kata Bivitri, kepada majelis sidang yang dipimpin oleh Ketua MK, Arief Hidayat.
Pada ketiga putusan tersebut, lanjut Bivitri, majelis hakim konstitusi saat itu menilai bahwa keberadaan KPK penting dan diakui secara konstitusional.
"KPK dianggap penting secara konstitusional yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman sebagaimana UUD 1945," kata Bivitri.
Baca: ICW Berharap Putusan Sela Uji Materi Hak Angket Segera Dikeluarkan MK
Meski demikian, Bivitri berpendapat akan lebih baik jika MK memberikan penafsiran yang lebih tegas terhadap Pasal 79 Ayat 3 UU MD3.
Dengan demikian, ke depannya, cakupan penggunaan hak angket oleh DPR tidak lagi menjadi polemik.
"Terlihat MK harus ada penafsiran yang lebih tegas siapa yang menjadi objek hak angket. KPK dalam hal ini menjadi konteks penegakan hukum yang tidak termasuk sebagai objek hak angket," kata Bivitri.
Uji materi terkait kewenangan DPR menggunakan hak angket terhadap KPK diajukan oleh sejumlah pihak. Sidang kali ini, diperuntukkan pemohon nomor perkara 36/PUU-XV/2017, 37/PUU-XV/2017, 40/PUU-XV/2017, dan 47/PUU-XV/2017.