Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Bagaimana Kejaksaan Mau Naik "Grade"-nya kalau Dihadapkan dengan KPK? Tidak Imbang"

Kompas.com - 04/09/2017, 19:54 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan lembaga yang mendorong mekanisme pemberantasan korupsi (trigger mechanism).

KPK dianggap tidak bisa mendorong lembaga lain untuk melakukan upaya pemberantasan korupsi seperti KPK.

Ketua PJI Noor Rachmad mengatakan, dengan segala keistimewaan yang dimiliki, KPK justru hadir sebagai kompetitor. 

Menurut Noor, para jaksa dari Kejaksaan merasa "dianaktirikan" jika dibandingkan jaksa KPK.

Ia menyebutkan, dalam penanganan kasus korupsi, jaksa dari Kejaksaan harus mendapatkan izin untuk sejumlah hal saat melakukan tindakan.

Baca juga: Anggota Komisi III Minta Pimpinan KPK Proporsional Sikapi Aris Budiman

"Untuk melakukan pemeriksaan, penyitaan, izin ke rekening BI, jaksa Kejaksaan harus memenuhi persyaratan perizinan. Ini sama sekali berbeda dari KPK yang bebas dari rezim perizinan," kata Noor, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pansus Angket KPK, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/9/2017).

Jaksa Agung Muda Pidana Umum itu, mengatakan, selain bebas dari urusan syarat perizinan, kinerja KPK juga didukung oleh anggaran yang kuat.

Dengan segala keterbatasan, Noor mengklaim bahwa output Kejaksaan lebih baik dibandingkan KPK.

Ia mengatakan, catatan Kejaksaan Agung, sepanjang 2016, telah melakukan penyelidikan sebanyak 1.600 perkara, penyidikan 1.527 perkara, eksekusi 1.056 perkara, dan penuntutan lebih dari 2.400 perkara.

"Penyelamatan keuangan negara tahap penyidikan dan penuntutan Rp 331 miliar sekian. Dan eksekusi uang pengganti Rp 157 miliar. Artinya, sekalipun kondisi minim, dengan rezim perizinan dan anggaran minim, kami tidak surut dalam berprestasi," kata Noor.

Baca: Selain Aris Budiman, Pansus Angket Ingin Panggil Penyidik KPK Lain

Noor mengatakan, terkait kewenangan supervisi, jika mengacu Pasal 8 UU KPK, seharusnya ada produk berupa hasil penelitian, penelaahan mengenai kondisi yang dilakukan oleh Kejaksaan.

Menurut dia, supervisi yang dilakukan KPK seharusnya pengawasan terhadap institusi, bukan terhadap personel atau jaksa.

"Yang selama ini terjadi, tidak pernah satu pun ada produk supervisi itu diberikan kepada Kejaksaan," ujar Noor.

Selama ini, kerja sama KPK dan Kejaksaan hanya bersifat koordinasi dalam penanganan perkara.

Menurut Noor, KPK belum pernah memberikan masukan ke Kejaksaan dalam rangka penanganan korupsi.

Dengan kondisi ini, Noor pesimistis Kejaksaan bisa "naik kelas" dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi.

"Bagaimana Kejaksaan mau naik grade-nya kalau harus dihadapkan (dibandingkan) dengan KPK yang tidak mengenal rezim perizinan, yang anggarannya besar, regulasinya jelas. Tentu tidak imbang," kata dia.

"Yang ada sekarang ini terjadi adalah KPK sebagai kompetitor, bukan trigger mechanism," ujar Noor.

Kompas TV Kejagung Periksa Hary Tanoe Soal Kasus Mobile-8
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com