JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan, Polri mendapat pengaduan dari retail Indomaret mengenai ketidaksesuaian isi kontrak kerja dengan PT Indo Beras Unggu (IBU).
"Dalam pelaksanaannya kontrak yang sudah dibuat antara perusahaan dengan PT IBU, dalam produksinya diselewengkan atau ditentukan grade berbeda dari kontraknya," ujar Agung di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (25/8/2017).
Dalam kontrak, disepakati bahwa beras yang dipasok PT IBU untuk dijual di retail memiliki mutu, varietas, dan kemasan tertentu.
(baca: Polisi Duga Bos PT IBU Tipu Konsumen Dengan Label Gizi di Kemasan)
Ditetapkan bahwa beras yang akan dijual memiliki mutu nomor dua. Selain itu, varietas ditentukan untuk beras Rojolele.
Namun, faktanya, kualitas beras berada jauh di bawah kesepakatan dan varietasnya tidak sesuai.
"Mutu dua umpanya pecahan berasnya 15 persen. Kalau sudah 50 persen (pecahannya) itu standar terendah," kata Agung.
(baca: Polisi Temukan Dugaan Pelanggaran Produk Beras Lain oleh PT IBU)
Selain itu, ditemukan juga instruksi di internal untuk memproduksi beras yang tidak sesuai kontrak.
"Jadi yang keluar dan diterima adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan," kata dia.
Penyelewengan kontrak tersebut dianggap merugikan retail yang memesan. Sejauh ini, baru Indomaret yang melaporkan soal ketidaksesuaian kontrak itu ke polisi.
(baca: PT IBU Bantah Lakukan Praktik Monopoli)
Sementara itu, PT IBU tidak hanya memasok ke satu retail saja. Oleh karena itu, kata Agung, pihaknya akan mendalami ke beberapa retail apakah ada keluhan serupa.
Dalam kasus kecurangan produksi beras ini, penyidik menetapkan Direktur Utama PT IBU Trisnawan Widodo sebagai tersangka.
Dia dianggap bertanggungjawab atas sejumlah kecurangan PT IBU yang dianggap menyesatkan kosumen.
Atas perbuatannya, Trisnawan dijerat Pasal 382 BIS tentang Perbuatan Curang dan Pasal 144 jo pasal 100 ayat 2 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Kemudian Pasal 62 jo Pasal 8 ayat 1 huruf (e), (f), (g) atau pasal 9 ayat (h) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.