Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud MD: Koruptor Itu Menjijikkan seperti Drakula Negara

Kompas.com - 15/08/2017, 11:22 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengaku geram dengan para oknum yang memperkaya diri melalui korupsi uang negara. Ia pun menyamakan oknum-oknum tersebut seperti drakula yang menghisap "darah" negara nan mengerikan.

"Koruptor adalah drakula negara, darah negara dihisap oleh koruptor secara sangat mengerikan. Negara bisa mati kehabisan darah. Ayo, babat koruptor," kata Mahfud melalui akun twitter-nya @mohmafudmd, Selasa (15/8/2017).

Oleh karena itu, Guru Besar Hukum Tata Negara tersebut pun menegaskan bahwa koruptor yang ia samakan dengan drakula itu selain berbahaya untuk negara juga menjijikkan.

"Zaman memang sudah berubah tapi nilai moral dan hukum tak pernah berubah bahwa koruptor itu menjijikkan dan membahayakan seperti drakula negara," kata Mahfud.

(Baca: Andi Narogong, Lulusan SMP yang Mampu Kendalikan Proyek E-KTP)

Mahfud pun heran, jika dulu orang dicap mencuri pensil saja sudah malu bukan kepalang. Namun kini, orang dengan cap koruptor justru berdiri paling depan ingin mendapat jabatan publik.

"Kata Elman Saragih, tahun 1960-an anak mencuri potlot saja jadi malu karena dicap pencuri. Sekarang koruptor masih ingin jadi pejabat," ujar Mahfud.

Dikonfirmasi Kompas.com, Mahfud mengatakan bahwa istilah drakula negara itu ia ambil dari buku The Vampire State: And Other Myths and Fallacies about the U. S. Economy, karya Fred L Block, terbitan tahun 1996.

"Vampire State, yakni, satu negara yang pejabat-pejabatnya sendiri menjadi seperti drakula menyedot uang negara secara mengerikan dan menakutkan," ujar Mahfud.

Mahfud pun menyontohkan bagaimana mengerikannya aksi koruptor dalam korupsi e-KTP yang menyedot uang negara triliunan rupiah yang sampai saat ini belum bisa dituntaskan kasusnya.

(Baca: KY Bentuk Tim Investigasi soal Hilangnya Nama Setya Novanto dalam Berkas Putusan)

"Contoh kasus e-KTP, negara seperti darahnya disedot oleh para koruptor. Negara sudah keluar anggaran, sesuai kontrak, tiba-tiba uangnya tidak dipakai semestinya malah dikorupsi triliunan rupiah," kata dia.

"Lalu e-KTP macet, karena yang merasa dikontrak belum dibayar. Padahal negara sudah membayar. Nah ini kalau negara bayar lagi berarti negara itu korupsi," tambah Mahfud.

Untuk itu, ia mendorong aparat berwenang agar para koruptor itu dicari dan dijebloskan ke dalam penjara. Apalagi, indikasi keterlibatan oknum-oknum yang menggerogoti uang negara tersebut sudah jelas adanya.

"Nah itu para pelakunya seperti drakula negara. Uang itu kan ibarat darah bagi negara. Kehidupan bernegara itu nadinya ada di uang, di anggaran. Nah kalau itu dikorupsi berarti darah disedot oleh mereka," kata dia.

"Saya juga ajak semua pihak untuk benci kepada korupsi, dan memusuhi koruptor. Itu wajar tidak melanggar HAM," tutup pria kelahiran Sampang, Madura, Jawa Timur tersebut.

Kompas TV Johanes Marliem bahkan tidak pernah terdaftar dalam saksi yang akan diperiksa KPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com