Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Pengacara Ini Gugat Perppu Ormas Bukan karena Bela HTI

Kompas.com - 09/08/2017, 13:36 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua orang advokat anggota presidium Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), Ali Hakim Lubis dan Herdiansyah, mengajukan permohonan uji materi terhadap Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

 

Permohonan gugatan uji materi didaftarkan pada hari ini, Rabu (9/8/2017).

Ali Hakim Lubis sebagai pihak prinsipal, menilai, penerbitan Perppu Ormas bertentangan dengan Pasal 22 UUD 1945 yang mensyaratkan adanya situasi mendesak.

Sementara, Ali menganggap saat ini tidak ada situasi yang mendesak terkait situasi perpolitikan dan aktivitas keormasan.

"Sebaliknya, demokrasi kita justru berada dalam kondisi yang baik. Adanya aksi massa yang melibatkan jutaan orang termasuk anggota ormas berlangsung sangat tertib, jauh dari provokasi dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila," ujar Ali, saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Baca: Soal Uji Materi Perppu Ormas, Ini Kata Ketua MK

Selain itu, Ali juga mengkritik munculnya Pasal 61 ayat (3) Perppu Ormas.

Pasal tersebut mengatur sanksi administratif berupa pencabutan surat keterangan terdaftar dan pencabutan status badan hukum adalah sanksi yang bersifat langsung dan segera dapat dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri atau Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pencabutan surat keterangan terdaftar dan pencabutan status badan hukum dilakukan terhadap ormas yang menganut, mengembangkan dan menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Menurut Ali, pencabutan status badan hukum suatu ormas seharusnya dilakukan melalui pengadilan.

Artinya, pemerintah tidak bisa mencabut status badan hukum tanpa adanya putusan pengadilan lebih dulu.

"Seharusnya yang memutus (pencabutan status badan hukum) itu pengadilan, bukan pemerintah," kata Ali.

Baca: Dalam Sidang MK, Yusril Sebut Tak Ada Kegentingan Buat Perppu Ormas

Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Penasehat ACTA Hisar Tambunan menampik anggapan bahwa pihaknya mendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan konsep negara khilafah.

Hisar mengatakan, pendaftaran uji materiil Perppu Ormas merupakan respons ACTA untuk menyelamatkan demokrasi.

Penghapusan wewenang pengadilan, kata Hisar, berpotensi menciderai proses demokrasi.

"Kami garis bawahi bahwa kami tidak ada hubungan dengan HTI dan tidak mendukung konsep khilafah. Kami bukan anggota HTI dan ormas apapun yang terkait. Kami murni melihat Perrpu Ormas dari sisi hukum," kata Hisar.

Perppu Nomor 2 Tahun 2017 resmi diumumkan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto pada Rabu (12/7/2017) siang.

Perppu ini menghapus pasal yang menyebut bahwa pembubaran ormas harus melalui pengadilan.

Pembubaran dengan cara pencabutan badan hukum bisa langsung dilakukan oleh pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri atau Menkumham.

Perppu ini dibuat setelah pemerintah sebelumnya mengumumkan upaya pembubaran terhadap HTI yang dianggap anti-Pancasila.

Setelah diterbitkan, Perppu tersebut akan diajukan ke DPR dan dibahas. Jika disetujui maka Perppu tersebut akan disahkan menjadi undang-undang.

Kompas TV Presiden Joko Widodo mempersilakan penolak Perppu pembubaran ormas segera menempuh jalur hukum. 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com