JAKARTA, KOMPAS.com - Konten ujaran kebencian, informasi tidak benar atau hoax, dan menyudutkan etnis tertentu semakin marak dijumpai di media sosial.
Padahal, Satgas Cyber Crime Polri secara aktif melakukan patroli di media sosial. Sejumlah pengguna media sosial ditangkap terkait konten yang dianggap mengandung unsur pidana.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran mengatakan, dalam dua bulan terakhir, setidaknya 12 orang ditangkap terkait penyebaran konten ujaran kebencian, hoax, dan bersinggungan SARA melalui media sosial.
Kasus teranyar, yakni penangkapan ibu rumah tangga bernama Sri Rahayu Ningsih (32). Ia mengunggah konten terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Selain itu, terdapat konten penghinaan Presiden Joko Widodo yang diunggah di akun Facebook pribadinya.
(baca: Jokowi: Stop Penyebaran Berita Bohong, Fitnah, dan Kebencian di Medsos)
Sebagian besar kasus penangkapan yang terungkap terkait penghinaan terhadap pemerintah, khususnya presiden.
Pengamat Media Sosial, Nukman Luthfie mengatakan, masyarakat sebenarnya sadar akan ancaman hukum yang mengintai atas "kenakalan" jari-jari mereka.
Namun, ada alasan tertentu yang membuat netizen masih terpancing mengunggah konten bernada ujaran kebencian, menyinggung SARA, bahkan hoax.
"Mungkin kebencian yang membuat orang tidak bisa mengontrol sehingga diumbar begitu saja," ujar Nukman kepada Kompas.com, Senin (7/8/2017).
Nukman mengatakan, netizen harus bisa mengontrol diri agar tidak mengunggah sesuatu yang sensitif.
(baca: Jusuf Kalla Awalnya Tak Ingin Laporkan Dugaan Fitnah ke Polisi)
Jika kebablasan, tak hanya dihakimi oleh media sosial, mereka juga dihakimi oleh penegak hukum sesungguhnya.
Namun, netizen seperti tidak belajar dari kasus-kasus sebelumnya. Menurut Nukman, netizen cenderung mengabaikan hukum karena diliputi dorongan kuat membenci pihak tertentu.
"Kalau kamu sadar, biasanya postingannya akan lebih hati-hati. Kecuali niatnya ngetes, dibutakan kebencian," kata Nukman.
"Makanya, 'hati-hati' hanya berlaku buat yang masih waras, belum termakan emosi," lanjut dia.
Kasus-kasus berikut mewakili kasus lainnya yang ditangani Bareskrim Polri dan unit kepolisian lainnya terkait ujaran kebencian kepada pemerintah maupun diskriminasi agama dan etnis tertentu.
1. Ropi Yatsman
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap Ropi Yatsman (36), pemilik akun Facebook yang mengunggah konten penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo.