JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan bersama Wakilnya, Didi Irawadi menyambangi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (2/8/2017).
Hinca mengaku, kedatangannya untuk berkonsultasi perihal pengajuan uji materi terhadap Undang-Undang Pemilu yang disetujui oleh DPR pada 21 Juli 2017 lalu.
Demokrat ingin memastikan sudah ada atau tidak pihak yang mengajukan permohonan uji materi terkait UU pemilu tersebut.
"Kami ingin berkomunikasi dengan sekretariat atau juru bicara MK, apakah informasi yang berkenaan dengan itu sudah ada," kata Hinca di MK, Jakarta Pusat, Rabu.
"Kami juga ingin melihat apakah masyarakat sipil maupun parpol lain juga sudah melakukan sesuatu follow up," kata Hinca.
(baca: Mendagri Tak Terima Pemerintah Disebut Tak Jujur soal UU Pemilu)
Demokrat, kata Hinca, siap mengajukan uji materi ke MK. Demokrat merasa syarat ambang batas pengajuan calon presiden atau presidensial treshold merugikan hak konstitusional pihaknya.
Dalam UU Pemilu, presidensial treshold yang ditetapkan sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara sah nasional.
"Materi dan substansinya sudah kami bicarakan di partai. Kami siap melakukan upaya judicial review," kata Hinca.
"UU Pemilu ini jadi epicentrum kami kemarin, karena itu akan mengubah sejarah dalam pilpres maupun pileg," kata dia.
(baca: SBY Akui Pertemuan dengan Prabowo Dipicu Pengesahan UU Pemilu)
Sebelumnya, pada Senin (24/7/2017), Dewan Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Habiburrokhman sudah lebih dahulu mengajukan uji materi terhadap persyaratan ambang batas pencalonan presiden.
Menurut dia, aturan tersebut dianggap akan menimbulkan diskriminasi terhadap parpol peserta pemilu yang seharusnya berhak mencalonkan presiden dan wakilnya.
Presidensial treshold sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara sah nasional didukung parpol pendukung pemerintah, yakni PDI-P, Golkar, Nasdem, Hanura, PPP dan PKB.
Adapun Gerindra, bersama Demokrat, PKS dan PAN mendukung opsi ambang batas pencalonan presiden dihapuskan atau 0 persen. Dengan demikian, semua parpol bisa mengusung pasangan capres-cawapres.