Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Pemilu Digugat karena Bisa "Sandera" Presiden

Kompas.com - 24/07/2017, 13:37 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah ketentuan dalam UU Pemilu yang telah disahkan DPR pada pekan lalu, dianggap berpotensi merugikan hak warga negara Indonesia.

Hal ini menjadi alasan yang melatarbelakangi sejumlah advokat yang tergabung dalam Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) mengajukan gugatan atau permohonan pengujian materi terkait aturan pencalonan presiden dan wakilnya dalam UU Pemilu terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

Permohonan gugatan diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Habiburrokhman menilai, ketentuan ambang batas pencalonan presiden 20 persen perolehan kursi DPR atau 25 persen perolehan suara sah nasional akan membuat presiden berpihak pada kepentingan elit, bukan masyarakat.

Baca: Yusril Gugat UU Pemilu karena Ingin Nyapres

Menurut dia, calon presiden membutuhkan dukungan dari sejumlah partai politik untuk memenuhi ketentuan tersebut.

"Kami sangat khawatir negara bisa rusak kalau presidennya tersandera pada partai partai yang mengusulkan beliau untuk jadi calon presiden," kata Habiburrokhman, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (24/7/2017).

"Sehingga kalau negara diselenggarakan tidak sesuai konstitusi maka negara akan hancur. maka jika hancur, maka saya akan terkena dampaknya," tambah politisi Partai Gerindra tersebut.

Sementara, Wakil Ketua ACTA, Hendarsam Marantoko mengatakan, aturan terkait ambang batas pencalonan presiden akan memengaruhi sikap presiden dalam memimpin pemerintahan.

"Pasal 222 (UU Pemilu) ini akan mempermudah presiden tersandera partai-partai politik hingga akhirnya bisa saja melakukan bagi-bagi jabatan kepada politisi dari partai pendukung," kata Hendarsam.

Baca: Mereka yang Sudah Bersiap Gugat UU Pemilu ke MK...

Selain itu, aturan tersebut dianggap akan menimbulkan diskriminasi terhadap parpol peserta pemilu yang seharusnya berhak mencalonkan presiden dan wakilnya.

MK diharapkan segera memproses dan menerima permohonan uji materi yang diajukan.

"Petitum utama kami adalah memohon majelis hakim MK dapat menyatakan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," kata dia.

DPR RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pemilu untuk menjadi undang-undang setelah melalui mekanisme yang panjang dalam rapat paripurna yang berlangsung Kamis kemarin hingga Jumat dini hari.

Keputusan diambil setelah empat fraksi yang memilih RUU Pemilu dengan opsi B, yaitu presidential threshold 0 persen, melakukan aksi walk out.

Dengan demikian, DPR melakukan aklamasi untuk memilih opsi A, yaitu presidential threshold sebesar 20 persen perolehan kursi DPR atau 25 persen perolehan suara nasional, karena peserta rapat paripurna yang bertahan berasal dari enam fraksi yang menyetujui opsi A.

Sejumlah pihak mengungkapkan kekecewaan terhadap UU Pemilu, terutama perihal presidential threshold.

Kompas TV Namun, benarkah hasil ini akan menguntungkan seluruh warga Indonesia yang justru paling berkepentingan dengan hasil pemilu?

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Nasional
Selain 2 Oknum Lion Air,  Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Selain 2 Oknum Lion Air, Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Nasional
Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Nasional
Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Nasional
Suami Zaskia Gotik Dicecar soal Penerimaan Dana Rp 500 Juta dalam Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Suami Zaskia Gotik Dicecar soal Penerimaan Dana Rp 500 Juta dalam Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
Tambah Syarat Calon Kepala Daerah yang Ingin Diusung, PDI-P: Tidak Boleh Bohong

Tambah Syarat Calon Kepala Daerah yang Ingin Diusung, PDI-P: Tidak Boleh Bohong

Nasional
Terima Kunjungan Menlu Wang Yi, Prabowo Bahas Kerja Sama Pendidikan dan Latihan Militer RI-China

Terima Kunjungan Menlu Wang Yi, Prabowo Bahas Kerja Sama Pendidikan dan Latihan Militer RI-China

Nasional
Banyak Pihak jadi Amicus Curiae MK, Pakar Sebut karena Masyarakat Alami Ketidakadilan

Banyak Pihak jadi Amicus Curiae MK, Pakar Sebut karena Masyarakat Alami Ketidakadilan

Nasional
Alasan Hasto soal Jokowi Datang ke Anak Ranting PDI-P Dulu sebelum Bertemu Megawati

Alasan Hasto soal Jokowi Datang ke Anak Ranting PDI-P Dulu sebelum Bertemu Megawati

Nasional
Pendukung Prabowo-Gibran Bakal Gelar Aksi di Depan MK, Hasto: Percayakan Hakim, Jangan Ditekan-tekan

Pendukung Prabowo-Gibran Bakal Gelar Aksi di Depan MK, Hasto: Percayakan Hakim, Jangan Ditekan-tekan

Nasional
Pemerintah Akan Bentuk Satgas untuk Atasi Pornografi Anak 'Online'

Pemerintah Akan Bentuk Satgas untuk Atasi Pornografi Anak "Online"

Nasional
Ketum Projo Nilai 'Amicus Curiae' Tak Akan Pengaruhi Putusan Sengketa Pilpres di MK

Ketum Projo Nilai "Amicus Curiae" Tak Akan Pengaruhi Putusan Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Pakar Hukum Tata Negara Sebut Amicus Curiae Bukan Alat Bukti, tapi Bisa jadi Pertimbangan Hakim

Pakar Hukum Tata Negara Sebut Amicus Curiae Bukan Alat Bukti, tapi Bisa jadi Pertimbangan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com