JAKARTA, KOMPAS.com - Fungsionaris Muda Partai Golkar menegaskan dukungannya kepada Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.
Dukungan itu disampaikan terkait penetapan tersangka Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Novanto terjerat kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Maman Abdurrahman sebagai juru bicara menuturkan, Golkar menghormati keputusan KPK dan mengedepankan hukum.
"Dalam semangat pemberantasan korupsi kan ini semangatnya ingin melakukan pemberantasan korupsi dengan mengedepankan hukum sebagai panglima. Kami hormati proses ini, kami hargai," ujar Maman di Senayan, Jakarta, Selasa (25/7/2017).
(baca: Novanto Tersangka, Akbar Tandjung Khawatir Golkar Terdepak dari Parlemen)
Maman menegaskan, Golkar dari tingkat daerah hingga pusat, termasuk senior partai kompak menjaga soliditas partai.
Ia tak menampik, penetapan tersangka terhadap Novanto memang memberi dampak psikologis kepada setiap kader partai.
Namun, ada satu pegangan yang membuat partai kuat dalam menjalani cobaan tersebut, yakni poin ketiga Panca Bhakti Partai Golkar.
(baca: DPD Golkar se-Indonesia Solid Dukung Novanto meski Tersangka)
Poin ketiga tersebut berbunyi: "Kami, warga Partai Golongan Karya adalah Pembina Persatuan dan Kesatuan Bangsa yang berwatak setia kawan."
"Jadi cita-cita dan semangat Golkar untuk menjaga itu dan mengedepankan aspek kesetiakawanan itu," tuturnya.
Golkar, kata Maman, belajar dari pengalaman sebelumnya dan tak ingin lagi terjebak dengan permainan kelompok-kelompok di luar partai yang ingin memecah belah.
Sebab, konflik partai akan berimbas pula pada kondusivitas pemerintahan.
(baca: Generasi Muda Golkar Kritik Keputusan DPP yang Pertahankan Novanto)
Ia mencontohkan, saat terjadi konflik dualisme kepengurusan Golkar beberapa waktu lalu.
"Kejadian konflik Partai Golkar setahun lalu berdampak secara linier terhadap kondusivitas negara kita hari ini. Ini yang mau kami jaga," ucap Maman.
Adapun saat disinggung masalah etika, Maman merasa bahwa tafsir "etika" setiap orang berbeda-beda.
Saat ini, menjaga stabilitas partai dianggap lebih penting untuk menjaga kondusivitas pemerintahan.
"Masalah etika dan sebagainya saya pikir tafsir nilai etika berbeda-beda. Artinya, kami menjaga kepentingan yang jauh lebih besar," ucapnya.