Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Novanto Tetap Ketum Golkar, Elektabilitas Jokowi Dapat Tergerus

Kompas.com - 19/07/2017, 18:51 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menilai bahwa Setya Novanto akan menjadi beban pemerintahan Presiden Joko Widodo jika tidak mengundurkan diri dari jabatan ketua umum Partai Golkar pasca-penetapan tersangka dalam kasus korupsi KTP elektronik (E-KTP).

Pasalnya, Partai Golkar merupakan salah satu anggota koalisi partai pendukung pemerintah.

"Sebetulnya dampak bagi pemerintah juga negatif. Menjadi beban," ujar Syamsuddin saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (19/7/2017).

"Golkar kan koalisi pendukung Jokowi. Kalau ketua umumnya itu punya kasus hukum tentu menjadi beban bagi Jokowi-JK kalau Setya Novanto itu tidak secepatnya mundur," kata dia.

Syamsuddin menuturkan, seharusnya Partai Golkar menunjukkan komitmennya dalam mendukung pemerintahan yang bebas korupsi. Menurut dia, elektabilitas Presiden Jokowi akan tergerus akibat didukung oleh tokoh yang bermasalah.

Di sisi lain, menurut Haris, penetapan tersangka Novanto dapat menjadi ganjalan komunikasi antara koalisi dengan pemerintah.

"Saya juga enggak tahu kenapa dipertahankan kalau statusnya sudah tersangka. Seharusnya Partai Golkar menyadari kalau masalah Setnov ini menjadi ganjalan hubungan koalisi dengan pemerintah," tutur Syamsuddin.

"Elektabilitas Jokowi akan tergerus akibat didukung oleh tokoh yang bermasalah," kata Syamsuddin.

(Baca juga: Jokowi: Saya Tidak Komentar Dulu Ya, untuk Masalah Pak Setya Novanto)

Dalam Rapat Pleno, DPP Partai Golkar memutuskan tidak menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) untuk memilih ketua umum baru untuk menggantikan Setya Novanto.

Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid menyatakan, ada dua alasan yang menyertai keputusan tersebut.

Pertama, berdasarkan pertimbangan obyektif, hasil Rapat Konsultasi Nasional (Rakornas) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar merekomendasikan agar tidak mengadakan munaslub.

Kedua, terkait pertimbangan subyektif, sejumlah agenda politik ke depan akan menyita waktu partai untuk mempersiapkan diri. Nurdin menambahkan, tahapan Pilkada 2018 dan pemilu legislatif yang dimulai Oktober mendatang tentu akan menyita perhatian dan tenaga partai.

Menurut Nurdin, jika dipaksakan mengadakan munaslub, maka akan menghambat konsolidasi internal Partai Golkar dalam menghadapi status tersangka Novanto selaku ketua umum.

(Baca: Alasan Golkar Tak Gelar Munaslub meski Setya Novanto Tersangka)

Novanto sendiri telah membantah tuduhan yang dialamatkan kepadanya itu.

"Saya percaya bahwa Allah SWT Maha Tahu apa yang saya lakukan, dan Insya Allah apa yang dituduhkan itu tidak benar," kata Novanto dalam konferensi pers di Gedung DPR, Selasa (18/7/2017).

Mengenai langkah selanjutnya, Setya Novanto pun akan patuh dan taat terhadap undang-undang yang ada.

(Baca: Setya Novanto: Tuhan Maha Tahu Apa yang Saya Lakukan)

Kompas TV Setnov Dapat Dukungan dari Partai dan Fraksi di DPR
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com