JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP), Irman, merasa menyesal karena tak bisa menghindar saat mendapat intervensi saat menjalankan proyek mengenai data kependudukan itu.
Hal itu dikatakan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil tersebut saat menyampaikan nota pembelaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (12/7/2017).
"Bahwa saya sangat menyesal atas ketidakmampuan saya menolak intervensi dari beberapa pihak yang mengganggu program e-KTP, yang mencemari niat baik saya," ujar Irman, saat membacakan pleidoi.
Menurut Irman, salah satu pihak yang melakukan intervensi dalam proyek e-KTP adalah Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini.
Baca: Gelar Perkara, KPK Segera Umumkan Tersangka Baru Kasus E-KTP
Dalam persidangan pemeriksaan terdakwa beberapa waktu lalu, Irman mengatakan, menuntaskan proyek pengadaan e-KTP demi kepentingan nasional adalah cita-citanya.
Namun, dalam perjalananan, ia selalu mendapat tekanan yang luar biasa besar.
Irman mengaku mendapatkan intervensi baik dari Sekjen Kemendagri, Diah Anggraini, maupun dari Komisi II DPR RI.
Menurut Irman, hal-hal tersebut yang membuatnya terpaksa mengikuti arahan untuk melanggar aturan.
Di akhir nota pembelaan, Irman juga mengaku menyesal karena telah menerima uang dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Baca: Terdakwa Kasus E-KTP Berterima Kasih pada Pimpinan KPK
Ia mengatakan, uang yang pernah diterimanya saat ini telah diserahkan kepada rekening penampungan KPK.
"Saya sangat menyesal uang yang saya terima dari Andi Agustinus tidak langsung saya kembalikan. Saya menyesal tidak bisa menghindar dari berbagai intervensi," kata Irman.