JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi didakwa menerima suap dari pengusaha.
Suap tersebut terkait pengadaan monitoring satelit di Bakamla.
"Padahal diketahui atau patut diduga hadiah tersebut diberikan karena terdakwa telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan yang bertentangan dengan kewajibannya," ujar jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kresno Anto Wibowo, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/5/2017).
Berdasarkan surat dakwaan, Eko disebut menerima 10.000 dollar AS, 10.000 Euro, 100.000 dollar Singapura, dan 78.500 dollar AS.
Eko juga sebagai Sekretaris Utama Bakamla dan kuasa pengguna anggaran (KPA) Satuan Kerja Bakamla Tahun Anggaran 2016.
Menurut jaksa, pemberian uang dilakukan untuk memenangkan PT Melati Technofo Indonesia yang dimiliki Fahmi Darmawansyah dalam pengadaan monitoring satelit.
Anggaran proyek tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara perubahan (APBN-P) Tahun 2016.
Keikutsertaan perusahaan milik Fahmi diawali kedatangan politisi PDI Perjuangan Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi ke Kantor PT Merial Esa di Jalan Imam Bonjol, Jakarta.
Ali Fahmi Habsyi merupakan staf khusus Kepala Bakamla Arie Soedewo.
Dalam pertemuan itu, Ali Fahmi menawarkan Fahmi Darmawansyah untuk bermain proyek di Bakamla.
Namun, Fahmi diminta untuk mengikuti arahan Ali Fahmi, dan memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.
Selanjutnya, Ali Fahmi memberitahu bahwa pengadaan monitoring satelit akan dilaksanakan oleh PT Melati Technofo.
Kepastian tersebut karena sebelum proses lelang, pembuatan kerangka acuan kerja dibantu oleh salah satu staf PT Melati Technofo, yakni Hardy Stefanus.
Meski mengetahui adanya proses pengaturan tersebut, terdakwa selaku KPA justru menetapkan PT Melati Technofo sebagai pemenang lelang.
Kemudian, sekitar bulan Oktober 2016, di ruangan Kepala Bakamla, Arie Soedewo dan Eko Susilo Hadi membahas jatah 7,5 persen untuk Bakamla.