Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres Anggap Korupsi BLBI karena Pelaksanaan Kebijakan

Kompas.com - 02/05/2017, 21:57 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai kasus tindak pidana korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) yang merugikan keuangan negara Rp 3,7 triliun terjadi karena penyimpangan pelaksanaan kebijakan.

"Benar yang dikatakan Presiden, ini kan dua hal aturan yang dibikin dalam Perpres dan macam-macam, pasti ada yang berbeda dengan aturan dan pelaksanaan, tapi yang salah bukan pengaturannya, tapi pelaksanaannya," kata Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (2/5/2017).

Pernyataan Wapres tersebut menguatkan Presiden Joko Widodo yang meminta media dan masyarakat untuk membedakan antara kebijakan dan pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 yang menjadi dasar penerbitan SKL.

(Baca: Menkeu Sri Mulyani Minta Polisi dan Kejaksaan Kejar Obligor BLBI)

Pada Selasa (25/4/2017), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumumkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada konglomerat Sjamsul Nursalim.

"Nah, karena itu yang bertanggung jawab siapa, itu yang melaksanakan, aturan-aturan clear and clean itu, atau release and charge itu, dan itu masalahnya karena release and charge," kata Wapres.

"Orang itu dianggap selesai, dikeluarkan dari daftar. Padahal, dia belum lunas, kalau sudah bayar, ya diputihkan, jadi bukan aturannya yang salah, tapi pelaksanaannya," lanjut dia.

Wapres menambahkan kasus korupsi BLBI itu hanya satu contoh dari penyimpangan pelaksanaan kebijakan dari aturan yang diterbitkan pemerintah, karena saat itu juga ada mekanisme blanket guarantee yang menjamin likuiditas perbankan.

(Baca: Ini Sosok Syafruddin Temenggung, Tersangka Kasus BLBI...)

"Ini terjadi di tahun pada pemerintahan Pak Habibie, Gus Dur, Mega, tapi itu semua hanya membikin kebijakannya saja saat itu, dan dimulai dari Pak Harto, BLBI ini hanya satu hal, adanya Blanket Guarantee," kata dia.

"Itu awalnya sehingga terjadi kebocoran yang luar biasa akibat blanket guarantee itu, dan sekarang kita tanggung semuanya," pungkas JK.

SKL diterbitkan berdasarkan Inpres tersebut, yang dikeluarkan pada saat pemerintahan Presiden Megawati atas masukan dari Menteri Keuangan Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djati, dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.

Penerbitan SKL memungkinkan debitur BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang, meskipun baru melunasi 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.

Kompas TV KPK Tetapkan Syafruddin Temenggung Tersangka BLBI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com