JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengaku mendengar informasi bahwa simpatisan ISIS dari Indonesia, Bahrumsyah, tewas di Suriah.
Bahrumsyah telah menetap di Suriah dalam beberapa tahun terakhir untuk berbaiat dengan ISIS.
"Kami tidak berani katakan iya, tapi informasi itu memang ada," ujar Boy di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (15/3/2017).
Namun, Boy belum dapat memastikan hingga mendapat kepastian info tersebut. Hingga saat ini, Polri masih berusaha meminta konfirmasi dari otoritas di Suriah.
Polri juga meminta bantuan Kementerian Luar Negeri untuk menjembatani dengan otoritas setempat.
"Ini kan informasi yang perlu kami lakukan konfirmasi dengan tepat karena ini terjadi di luar," kata Boy.
"Jadi hari ini kami masih menunggu klarifikasi, pengecekan, jadi kami ingin dapatkan data yang valid dulu," ujar dia.
Bahrumsyah dikabarkan tewas di Suriah saat hendak melakukan aksi bersama kelompoknya. Ia merupakan salah satu tokoh ISIS di Indonesia yang memiliki peran di sana.
Nama Bahrumsyah sempat mencuat sekitar Agustus 2014 setelah adanya video yang menampilkan kegiatan kelompok ISIS. Di video itu, ia tampak mengenakan pakaian serba hitam dan sorban hitam.
(Baca: Pria Berbaju Hitam di Video ISIS Diduga Bahrumsyah)
Bahrumsyah pernah menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah. Ia kemudian bergabung dengan ISIS sekitar 2014.
(Baca: Gabung ke ISIS, Bahrumsyah Tak Selesaikan Kuliah di UIN Syarif Hidayatullah)
Di Suriah, ada tiga tokoh WNI yang berbaiat kepada ISIS, yakni Bahrun Naim, Bahrumsyah, dan Salim Mubarok alias Abu Jandal. Mereka meneladani pimpinan Tawhid Waljihad atau Jamaah Ansharut Daulad (JAD), Aman Abdurrahman yang saat ini mendekam di lapas Nusakambangan.
Tiga sekawan itu menjadi pemegang komando ISIS atas berbagai rencana teror di Indonesia. Bahrumsyah diketahui merupakan penyandang dana teror bom Thamrin, Januari 2016.
Boy mengatakan, jika benar Bahrumsyah tewas, tidak lantas kekuatan jaringan ISIS di Indonesia melemah. Karena masih ada beberapa orang Indonesia yang mengendalikan jaringan itu dari Suriah.
"Kekuatan di sini drngan keberadaan mereka di luar saja tak bisa dipandang remeh. Seperti jaringan JAD yang terus mengembangan selnya di sejumlah daerah," kata Boy.