JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi PDI Perjuangan Maruarar Sirait mengatakan, partainya menghormati proses hukum dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Hal itu menanggapi surat dakwaan yang menyebutkan sejumlah kader PDI-P menerima fee dari proyek tersebut.
"Sikap PDI-P sangat jelas, ibu Mega (Megawati Soekarnoputri) sebagai Ketua Umum sangat menghormati hukum sebagai panglima," ujar Maruarar di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (10/3/2017) malam.
Maruarar enggan berkomentar banyak soal sejumlah nama yang disebut karena tak ingin masuk ke ranah hukum. Menurut dia, akan ada saatnya untuk membuktikan apakah uang tersebut benar mengalir ke beberapa kader PDI-P atau tidak.
"Biarkan nanti fakta persidangaan, saksi-saksi, bukti yang bicara. Kita yakin KPK bekerja dengan profesional," kata Maruarar.
Perjalanan sidang e-KTP masih sangat panjang. Orang-orang yang namanya disebutkan dalam dakwaan berkesempatan duduk di kursi saksi untuk mengklarifikasinya.
"Tapi tentunya juga setiap orang bisa menyampaikan pendapatnya dengan argumentasi dan bukti-buktinya sendiri," kata Maruarar.
Puluhan orang diduga turut menikmati fee proyek e-KTP yang berasal dari penggelembungan anggaran yang totalnya Rp 5,9 triliun. Tak hanya ke pejabat Kementerian Negeri, tetapi juga ke sejumlah perusahaan dan anggota DPR RI periode 2009-2014.
(Baca: Ini Daftar Mereka yang Disebut Terima Uang Proyek E-KTP)
Setidaknya ada empat kader PDI-P yang disebut menerima uang dari proyek tersebut.
Olly Dondokambey mendapatkan Rp 11,6 miliar dalam bentuk 1,2 juta dollar AS, Arif Wibowo menerima Rp 1 miliar dalam bentuk 108.000 dollar AS, Ganjar Pranowo menerima Rp 5,04 miliar dalam bentuk 520.000 dollar AS, serta Yasonna Laoly mendapat Rp 814 juta dalam bentuk 84.000 dollar AS.
Dua terdakwa dalam kasus ini, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman serta mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, didakwa merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun.
(Baca: Saksi Kasus E-KTP Bisa Melapor ke KPK bila Merasa Terancam)
Menurut jaksa, kedua terdakwa diduga terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek e-KTP di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013.
Selain itu, keduanya terlibat dalam mengarahkan dan memenangkan perusahaan tertentu untuk menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP.
Proyek pengadaan e-KTP dimenangkan konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI). Konsorsium itu terdiri atas Perum PNRI, PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo persero), PT LEN Industri (persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.
Dari total anggaran Rp 5,9 triliun, hanya 51 persen yang digunakan untuk proyek e-KTP. Sementara sisanya dibagikan untuk anggota DPR, pejabat Kementerian Dalam Negeri, hingga perusahaan.