JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali mengungkapkan internal komisi tersebut masih banyak yang mempertanyakan nama-nama yang lolos seleksi calon komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Ada pertanyaan-pertanyaan dari teman-teman Komisi II, kan ada yang melihat selama ini dia layak tapi kok enggak lolos. Dari kompetensi, integritas segala macam," kata Amali di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/2/2017).
Namun, Amali memastikan bahwa penilaian tersebut masih merupakan pandangan pribadi, bukan Komisi II. Saat ini, Komisi II belum memproses nama-nama calon komisioner KPU-Bawaslu karena belum sampai di Komisi.
Sedangkan Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon baru akan memastikan apakah surat dari presiden terkait hal tersebut sudah ada di meja pimpinan atau belum.
"Secara institusi, kelembagaan, Komisi II tidak ada sikap seperti itu. Itu baru perorangan," ucapnya.
(Baca: Mendagri Tegaskan Tak Ada Penundaan Seleksi Komisioner KPU-Bawaslu)
Sebelumnya, sejumlah anggota Komisi II menilai seleksi komisioner KPU-Bawaslu perlu ditunda hingga Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) selesai. Misalnya, Wakil Ketua Komisi II yang juga Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu, Lukman Edy.
Menurut dia, tak menutup kemungkinan masih ada norma-norma terkait penyelenggara pemilu yang berubah dalam RUU Pemilu.
"Kami masih melihat ada prosedur yang memungkinkan untuk meminta ditunda," kata Lukman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/2/2017).
Salah satu hal yang diatur dalam revisi UU Pemilu mengenai reformulasi Bawaslu yang diusulkan ditambah dari lima menjadi tujuh anggota. Hal itu dikarenakan ada tambahan kewenangan baru yang diberikan kepada Bawaslu, yaitu peradilan dan penegakan hukum pemilu.
(Baca: Komisi II Kemungkinan Tolak Calon Komisioner KPU-Bawaslu, Ini Alasannya)
"Yang kami hitung, tidak cukup 5 orang," ucap Politisi PKB itu.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golka, Rambe Kamarul Zaman menuturkan ada juga alasan lain yang berkembang.
Desas-desus yang berkembang, kata dia, berkaitan dengan uji materi (judicial review) pasal dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi soal kewajiban KPU berkonsultasi dengan DPR dalam menyusun Peraturan KPU (PKPU).
KPU menganggap aturan dalam UU Pilkada tersebut mengebiri kemandirian mereka sebagai lembaga dalam mengambil keputusan, yaitu membentuk PKPU. KPU pun melayangkan JR namun hingga kini belum diputus oleh MK.
Mereka yang lolos seleksi calon komisioner KPU merupakan Komisioner lama yang mendorong JR. Sedangkan yang tak mendukung JR, tak diloloskan. Misalnya nama Ketua Bawaslu, Muhammad.
Ia tak mendukung JR tersebut dan kebetulan juga tak lolos seleksi calon komisioner KPU Sedangkan 4 orang petahana komisioner KPU yang mendukung JR, diloloskan.
"Kalau itu betul, saya anggap tidak pantas kalau dibuat persyaratan akhirnya dicoret (dari seleksi). Sebab itu urusan DPR dan pemerintah," ujar Rambe.
"Kalau desas-desus itu benar, itu tidak baik dan tidak elok. Sebab sudah mencampuri bagaimana penafsiran undang-undang," sambung dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.