JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi W Eddyono menyoroti praktik diskriminasi yang terjadi di lembaga pemasyarakatan Sukamisin, Bandung, Jawa Barat.
Menurut Supriyadi, kondisi fasilitas di Lapas Sukamiskin yang memenuhi standar hanya dapat diakses oleh penghuni yang mampu secara ekonomi atau kaya. Umumnya mereka adalah narapidana kasus korupsi.
"Kondisi itu menunjukkan bahwa apa yang ada dalam Lapas Sukamiskin dapat menimbulkan praktik diskriminasi karena seluruh fasilitas sesuai standar tersebut 'difasilitasi' oleh penghuni yang mampu, bukan oleh pemerintah," ujar Supriyadi melalui keterangan tertulisnya, Rabu (8/2/2017).
Berdasarkan penelitian ICJR pada 2014, hampir semua keluarga harus mengeluarkan biaya tambahan antara Rp 600.000 sampai Rp 5.500.000 per bulan untuk menyokong hidup anggota keluarganya yang ditahan.
Kondisi tersebut dianggap sebagai kondisi "rawan" bagi penghuni lapas yang miskin, sebab seluruh fasilitas standar lapas hanya akan mampu dipenuhi oleh penghuni kaya.
"Penahanan memaksa munculnya beban biaya langsung pada tahanan dan keluarga. Bagi penghuni miskin atau tidak mampu, tampat penahanan dan Lapas adalah neraka," kata Supriyadi.
(Baca juga: Pimpinan Komisi III Minta Pengawasan Lapas Ekstraketat)
Supriyadi menilai bahwa Lapas Sukamiskin adalah model lapas yang cukup baik dan ideal bagi tempat pemasyarakatan.
ICJR pun mendukung kondisi lapas yang memenuhi standar minimum layanan, dengan catatan bahwa kondisi itu juga bisa diterapkan ke semua lapas di seluruh Indonesia.
Kondisi standar layanan yang buruk bagi narapidana akan melanggar hak-hak dasar narapidana.
Ketidakmampuan pemerintah menyediakan pelayanan lapas yang baik, lanjut Supriyadi, disebabkan oleh persoalan kelebihan penghuni. Jumlah penghuni Lapas tidak sebanding dengan fasilitas dan anggaran yang dimiliki.
(Baca juga: Koruptor di LP Sukamiskin Pelesiran, Yasona Sebut Kalapas Dijebak)
Selain soal diskriminasi, kelebihan penghuni juga dinilai akan membebani anggaran dan mendorong praktik korupsi baru di dalam lapas.
Oleh sebab itu ICJR mendorong pemerintah melakukan evaluasi yang serius atas kebijakan pemidanaan di Indonesia khususnya mengantisipasi over-capacity dalam lapas.
"Karena problem kelebihan beban penghuni ini mengakibatkan pemerintah tidak lagi fokus untuk menyediakan pelayanan baik, namun hanya cukup pada indikator ketersediaan tempat di dalam Lapas," ucapnya.
"Kondisi inilah yang memicu para penghuni harus mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan kondisi layak di dalam Lapas," kata Supriyadi.