Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desmond Nilai Integritas Harus Jadi Pertimbangan dalam Pilih Hakim MK

Kompas.com - 27/01/2017, 11:44 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa menegaskan perlu ada pengetatan rekrutmen hakim konstitusi.

Hal itu menyusul adanya dua hakim konstitusi yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kasus jual-beli perkara. Pertama, mantan Ketua MK Akil Mochtar dan disusul oleh hakim konstitusi Patrialis Akbar yang baru ditetapkan sebagai tersangka, Selasa (26/1/2017).

"Ke depan perlu perbaiki lagi tentang integritas orang. Salah satunya perbaiki proses perekrutannya," kata Desmond saat dihubungi, Kamis (26/1/2017).

"Yang duduk di MK itu dia negarawan. Tapi ternyata yang kita harapkan negarawan, masih mengais-ngais (kekayaan) begitu, lho. Ini kan persoalan mendasarnya," ujar dia.

Sebelum menjabat hakim konstitusi, Patrialis merupakan Menteri Hukum dan HAM di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Desmond menilai, seharusnya ada jeda waktu dari jabatan terakhir hingga seorang pejabat menjadi hakim.

(Baca juga: Patrialis Akbar, Mantan Politisi Kedua yang Terjerat Korupsi di MK)

Ia mencontohkan di Amerika Serikat, seorang mantan tentara harus "pensiun" tujuh tahun sebelum terlibat dengan urusan yang lain.

"Dinetralin, gitu. Baru bisa terlibat dalam urusan-urusan. Orang politik kalau mau jadi pejabat negara yang non-pemerintah, yudikatif, pensiun tujuh tahun dulu," kata politisi Partai Gerindra itu.

Namun, Desmond belum dapat memastikan apakah aturan tersebut akan diakomodasi lewat regulasi atau bukan. Hal ini akan menjadi salah satu poin pembahasan pada Rapat Kerja dengan Kementrian Hukum dan HAM di waktu mendatang.

Adapun rapat kerja tersebut, belum direncanakan akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini.

"Kami kemarin baru rapat (dengan Kemenkumham). Mungkin masa sidang selanjutnya karena 24 Februari ini sudah reses. Maret nanti rapat lagi," tuturnya.

Patrialis ditangkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan pada Rabu (25/1/2017). Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ini ditangkap dengan dugaan menerima suap sebesar 20.000 dollar AS dan 200.000 dollar Singapura, atau sekitar Rp 2,15 miliar.

(Baca: Patrialis Akbar Diduga Menerima Hadiah Rp 2,15 Miliar)

Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.

Perkara gugatan yang dimaksud yakni, uji materi nomor 129/puu/XII/2015. Pengujian tersebut terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Kompas TV Selain Hakim Patrialis, KPK Tahan 3 Tersangka Lain
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com