JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa menegaskan perlu ada pengetatan rekrutmen hakim konstitusi.
Hal itu menyusul adanya dua hakim konstitusi yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kasus jual-beli perkara. Pertama, mantan Ketua MK Akil Mochtar dan disusul oleh hakim konstitusi Patrialis Akbar yang baru ditetapkan sebagai tersangka, Selasa (26/1/2017).
"Ke depan perlu perbaiki lagi tentang integritas orang. Salah satunya perbaiki proses perekrutannya," kata Desmond saat dihubungi, Kamis (26/1/2017).
"Yang duduk di MK itu dia negarawan. Tapi ternyata yang kita harapkan negarawan, masih mengais-ngais (kekayaan) begitu, lho. Ini kan persoalan mendasarnya," ujar dia.
Sebelum menjabat hakim konstitusi, Patrialis merupakan Menteri Hukum dan HAM di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Desmond menilai, seharusnya ada jeda waktu dari jabatan terakhir hingga seorang pejabat menjadi hakim.
(Baca juga: Patrialis Akbar, Mantan Politisi Kedua yang Terjerat Korupsi di MK)
Ia mencontohkan di Amerika Serikat, seorang mantan tentara harus "pensiun" tujuh tahun sebelum terlibat dengan urusan yang lain.
"Dinetralin, gitu. Baru bisa terlibat dalam urusan-urusan. Orang politik kalau mau jadi pejabat negara yang non-pemerintah, yudikatif, pensiun tujuh tahun dulu," kata politisi Partai Gerindra itu.
Namun, Desmond belum dapat memastikan apakah aturan tersebut akan diakomodasi lewat regulasi atau bukan. Hal ini akan menjadi salah satu poin pembahasan pada Rapat Kerja dengan Kementrian Hukum dan HAM di waktu mendatang.
Adapun rapat kerja tersebut, belum direncanakan akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini.
"Kami kemarin baru rapat (dengan Kemenkumham). Mungkin masa sidang selanjutnya karena 24 Februari ini sudah reses. Maret nanti rapat lagi," tuturnya.
Patrialis ditangkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan pada Rabu (25/1/2017). Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ini ditangkap dengan dugaan menerima suap sebesar 20.000 dollar AS dan 200.000 dollar Singapura, atau sekitar Rp 2,15 miliar.
(Baca: Patrialis Akbar Diduga Menerima Hadiah Rp 2,15 Miliar)
Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.
Perkara gugatan yang dimaksud yakni, uji materi nomor 129/puu/XII/2015. Pengujian tersebut terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.