JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI Taufiqulhadi menilai minat masyarakat dalam mengakses informasi mengenai pejabat publik masih cukup rendah.
Ini mengakibatkan pejabat yang pernah terlibat kasus korupsi dapat kembali dipilih saat mencalonkan diri menjadi pejabat publik.
"Masyarakat tidak tahu seseorang telah atau pernah diadili karena pidana korupsi. Karena tidak tahu, maka tetap saja koruptor bisa terpilih saja," ujar Taufiqulhadi saat dihubungi, Senin (16/1/2017).
Oleh karena itu, menurut dia, hukuman pencabutan hak politik bagi pejabat publik yang terbukti melakukan korupsi layak diterapkan.
Namun, dia menilai hukuman itu harus dilakukan secara selektif. Sebab, tidak semua kasus korupsi dilakukan secara sengaja demi memperkaya diri sendiri.
"Menurut saya pidana tambahan untuk memperberat itu boleh, tetapi harus selektif. Artinya, tidak semua terhadap koruptor, misalnya yang kesalahannya karena administratif," kata politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem) tersebut.
(Baca juga: KPK Harap Hakim Pikirkan Pentingnya Pencabutan Hak Politik Koruptor)
Hal senada sebelumnya diungkapkan oleh anggota Komisi III DPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani.
Menurut dia, perlu dilihat terlebih dahulu posisi pelaku dalam kasus yang menjeratnya itu.
"Jika seseorang divonis korupsi dan terbukti memperkaya diri sendiri, keluarga atau kelompoknya dengan niat atau kesadaran penuh maka sudah seharusnya dicabut hak politiknya," kata dia.
"Tapi jika terdakwa divonis korupsi lebih karena kebijakannya yang salah, sehingga memperkaya orang lain yang tidak ada hubungannya atau terdakwa tidak dapat keuntungan materi dari tindakannya, ya harus dipertimbangkan apa perlu dicabut hak politiknya," ucap Arsul.
Arsul mengaku juga mendorong untuk diadakannya pertemuan dengan Mahkamah Agung (MA) guna membicarakan hukuman tersebut.
Hal ini guna menghindari polemik jika MA mengeluarkan rekomendasi untuk para hakim, nantinya.
(Baca: Alasan Politisi PPP Setuju Pencabutan Hak Politik untuk Koruptor)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.