Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/11/2016, 18:45 WIB

oleh Todung Mulya Lubis

Kasus yang membelit Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat ini adalah studi kasus yang menarik tentang negara hukum yang dalam bahasa asingnya disebut sebagai rechstaat atau state based on rule of law.

Ada perbedaan dalam kedua terminologi di atas, tetapi tulisan ini berasumsi bahwa negara hukum adalah negara di mana supremasi hukum itu menjadi dasar, berlaku untuk semua, tidak diskriminatif dan memberikan keadilan. Untuk itu, berbagai peraturan perundangan diberlakukan bersamaan dengan yurisprudensi dan doktrin hukum yang berlaku. Semua prinsip hukum internasional yang berlaku secara universal juga dijadikan rujukan di mana perlu. Pokoknya, dalam negara hukum berlaku adagium "hukum adalah panglima".

Dalam kasus penistaan agama yang dituduhkan kepada Ahok, konsep negara hukum itu tidak sepenuhnya dimengerti oleh banyak kalangan, terutama yang menentang Ahok. Secara sistematis Ahok sudah dinyatakan bersalah.

Dan kalau kita membaca media sosial, maka kita akan menemukan banyak sekali pernyataan yang sudah mengambil hukum ke tangan mereka. Pokoknya Ahok sudah bersalah meski tanpa proses peradilan yang menyatakan dia bersalah. Di sini asas praduga tidak bersalah tak lagi diakui keberadaannya. Konsep due process of law sama sekali tak hadir.

Laporan kepada pihak kepolisian sudah dimasukkan bahwa Ahok dituduh melakukan penistaan agama. Pihak kepolisian sesungguhnya sedang melakukan penyelidikan dengan memanggil banyak pihak yang diklasifikasikan sebagai saksi fakta dan ahli. Namun, pihak kepolisian dianggap lamban dan dicurigai melindungi terlapor Ahok. Lalu sebuah demonstrasi besar dengan massa ratusan ribu orang terjadi beberapa waktu lalu.

Di situ tuntutan kembali disuarakan dengan lantang bahwa Ahok harus dinyatakan sebagai tersangka dan segera ditahan. Sepertinya proses hukum yang dilakukan oleh pihak kepolisian hanyalah proforma karena status Ahok sebagai tersangka sudah merupakan harga mati dan Ahok juga mesti ditahan. Ahok juga harus dinyatakan tidak bisa mengikuti pilkada di Jakarta.

Dengan segala hormat terhadap suara-suara yang menolak Ahok dan menuduhnya melakukan penistaan agama, saya tetap berpendapat bahwa proses hukum harus dilalui sesuai dengan praktik hukum acara pidana yang berlaku. Ahok mempunyai hak untuk dianggap tidak bersalah berdasar asas praduga tak bersalah.

Dia berhak mendapatkan semua hak hukumnya untuk membela dirinya di hadapan penyidik, penuntut umum, dan majelis hakim. Dia juga berhak membela dirinya di hadapan publik. Namun, Ahok seperti kehilangan semua haknya, padahal dia adalah juga warga negara, subyek hukum, yang hak-haknya dijamin oleh peraturan perundangan, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia termasuk Deklarasi dan Kovenan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Hormati proses hukum

Sekarang Ahok sudah dinyatakan sebagai tersangka berdasar gelar perkara yang dilakukan oleh pihak kepolisian secara terbuka. Gelar perkara ini masih dalam tingkat penyelidikan, sesuatu hal yang mungkin belum pernah terjadi sebelumnya.

Namun, karena pihak kepolisian menghendaki keterbukaan dan akuntabilitas, gelar perkara ini diadakan walaupun kesan yang timbul adalah bahwa gelar perkara ini dilakukan karena tekanan yang begitu besar pada pihak kepolisian.

Hanya saja, apakah gelar perkara pada tingkat penyelidikan dengan menghadirkan semua saksi fakta, ahli, dan para pihak tak menggerus independensi dan imparsialitas proses hukum itu sendiri? Siapa yang menjamin bahwa saksi fakta dan ahli tak mengubah kesaksian dan keterangan ahlinya nanti ketika penyidikan dimulai? Ketika pengadilan dimulai?

Sukar untuk membantah bahwa para saksi fakta dan ahli setelah mengikuti gelar perkara akan menimbang kembali kesaksian dan keterangan ahli mereka karena hendak menyelamatkan diri mereka dari tekanan opini publik yang menyorot semua proses penyidikan tersebut. Siapa yang berani menjamin bahwa para saksi fakta dan ahli tidak akan diintervensi oleh berbagai pihak yang memiliki kepentingan untuk menghukum atau membebaskan Ahok?

Dengan kata lain, proses hukum kasus Ahok sangat rentan terhadap intervensi yang pada gilirannya akan memperkecil ruang bagi penegakan hukum dan penciptaan keadilan. Peradilan terhadap Ahok bisa-bisa menjadi peradilan opini publik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

Nasional
Spanduk Ibu-Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Spanduk Ibu-Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Nasional
Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

Nasional
Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

Nasional
Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

Nasional
Puncak Mudik Jatuh 5-7 Apriil 2024, 6 Ruas Tol Beroperasi Fungsional

Puncak Mudik Jatuh 5-7 Apriil 2024, 6 Ruas Tol Beroperasi Fungsional

Nasional
Respons Parpol KIM hingga Gibran Buntut Golkar Minta Jatah 5 Menteri

Respons Parpol KIM hingga Gibran Buntut Golkar Minta Jatah 5 Menteri

Nasional
Pemerintah Dianggap Kerdilkan Kondisi HAM di Indonesia Dalam Sidang Komite PBB

Pemerintah Dianggap Kerdilkan Kondisi HAM di Indonesia Dalam Sidang Komite PBB

Nasional
Ketua DPRD DKI, Masinton, dan Ade Armando Terancam Gagal Tembus DPR dari 'Dapil Neraka' Jakarta II

Ketua DPRD DKI, Masinton, dan Ade Armando Terancam Gagal Tembus DPR dari "Dapil Neraka" Jakarta II

Nasional
Dugaan Penggelembungan Suara PSI di Sorong Selatan: 0 di TPS Jadi 130 di Kecamatan

Dugaan Penggelembungan Suara PSI di Sorong Selatan: 0 di TPS Jadi 130 di Kecamatan

Nasional
Jokowi Panggil 2 Menteri PKB, Pengamat Duga untuk Tarik Dukungan PKB ke Pemerintahan Prabowo Kelak

Jokowi Panggil 2 Menteri PKB, Pengamat Duga untuk Tarik Dukungan PKB ke Pemerintahan Prabowo Kelak

Nasional
Minta Tiket Lebaran Tak Dinaikkan, Mendagri: Jangan Aji Mumpung

Minta Tiket Lebaran Tak Dinaikkan, Mendagri: Jangan Aji Mumpung

Nasional
Mendagri Minta Harga Tiket Transportasi Lebaran Tak Dinaikkan

Mendagri Minta Harga Tiket Transportasi Lebaran Tak Dinaikkan

Nasional
Mendagri Minta Pemda Salurkan THR dan Gaji Ke-13 Tepat Waktu

Mendagri Minta Pemda Salurkan THR dan Gaji Ke-13 Tepat Waktu

Nasional
Tanggal 21 Maret 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Maret 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com