JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad memastikan adanya sanksi bagi orang atau kelompok yang menghalangi pasangan calon pilkada untuk berkampanye.
Menurut Muhammad, menghalangi hak kandidat untuk menyosialisasikan programnya kepada masyarakat merupakan pelanggaran pidana.
"Kita tidak main-main. Siapa pun juga dalam pasalnya itu setiap warga atau orang yang melakukan penghalangan dalam proses kampanye paslon itu akan diproses pidana," ujar Muhammad di kompleks Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (21/11/2016).
Berdasarkan koordinasi Bawaslu dan Polda Metro Jaya, telah dilakukan pemanggilan sejumlah saksi.
Saat ini sudah ada satu orang yang dijadikan tersangka, yakni NS. Ia menghadang calon wakil gubernur petahana DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat saat akan berkampanye di Kembangan, Jakarta Barat.
Penyidik pun telah memanggil saksi-saksi yang relevan dalam kasus ini untuk dimintai keterangan.
"Jadi mohon maaf, kita akan tegas. Bukan lagi pencegahan, tapi penindakan," kata Muhammad.
Sejauh ini, ada tiga laporan terkait penghadangan paslon Ahok-Djarot. (Baca: Dua Jam Diperiksa, Djarot Ceritakan Kronologi Penghadangan kepada Penyidik)
Sementara itu, paslon lain belum ada aduan soal upaya menghalang-halangi. Laporan tersebut diadukan oleh Djarot kepada petugas pengawas pemilu yang kemudian diproses oleh Polda Metro Jaya.
"Kita mohon masyarakat bisa memahami bahwa berkampanye adalah hak paslon dan itu dilindungi oleh undang-undang. Kita tidak boleh abai apakah terencana atau tersembunyi untuk menghalang-halangi paslon," kata Muhammad.
Muhammad mengimbau masyarakat untuk mengembalikan makna kampanye sebagaimana mestinya.
Kampanye, kata dia, merupakan penyampaian visi dan misi program untuk pendidikan politik. "Jadi, sekali lagi, kita perlu mendengarkan visi misi program calon pemimpin kita. Harus diberi kesempatan yang sama," tegas Muhammad.