JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding mengatakan, potensi korupsi tidak hanya terjadi dalam pembahasan anggaran.
Menurut dia, potensi korupsi besar juga ada dalam proses pembuatan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat.
"Ada grand korupsi di regulasi yang buka ruang seluas-luasnya bagi para pelaku untuk memanfaatkan wilayah abu-abu yang ada di situ," kata Sudding, dalam acara Internasional Business Integrity Conference (IBIC) 2016 bertajuk "Korupsi, Bisnis, dan Politik: Tayangan Utama dan Solusi", Jakarta, Kamis (17/11/2016).
Sudding menuturkan, dirinya beberapa kali terlibat dalam panitia khusus pembuatan undang-undang. Saat itu, ia melihat banyak pihak-pihak berkepentingan, tidak hanya di dalam negeri namun juga pihak asing dari luar negeri yang melakukan lobi.
"Ketika tidak memiliki merah-putih, saya kira sangat mudah terkooptasi dengan berbagai macam kepentingan UU itu," kata Sudding.
"Seperti UU Tembakau segala macam. Saya kita itu jadi perhatian kita semua," ucapnya.
(Baca juga: Wapres Kalla Nilai Pemberantasan Korupsi di Indonesia Paling Tegas)
Menurut Sudding, saat dirinya menjadi Ketua Pansus Rancangan Undang-Undang Paten terdapat pihak yang mendatangi pansus untuk memasukan poin-poin yang diinginkan.
Selain datang ke pansus, pihak tersebut, lanjut Sudding, ada yang mendatangi tim ahli dalam RUU Hak Paten.
"Mereka meminta masukkan poin-poin yang diinginkan, utamanya dalam hal pembatalan hak paten. Itu tidak dilakukan dan segala macam," ujar Sudding.
"Ketika tidak mempan kadang mendatangi staf, ahli di RUU pansus itu, dengan pihak Kemenkumham juga agar keinginan bisa terakomodir," kata politisi Partai Hanura itu.
Sudding meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawasi pembuatan UU yang terjadi di DPR. Sebab, UU akan berlaku dalam jangka panjang dan beskala Nasional.