Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR: Semestinya Pengelola Situs Diproses Hukum, Bukan Blokir Situsnya

Kompas.com - 04/11/2016, 23:27 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara, menilai bahwa pemblokiran 11 situs yang diduga mengandung penyebaran kebencian bukanlah langkah yang tepat.

Menurut Anggara, alih-alih memblokir situs, semestinya aparat penegak hukum bergerak untuk menangkap oknum yang menyebarkan pemberitaan tersebut.

"Dalam pandangan ICJR, mestinya pemerintah melakukan tindakan penegakan hukum terhadap operator-operator situs tersebut," ujar Anggara melalui keterangan tertulis, Jumat (4/11/2016).

Menurut Anggara, situs-situs tersebut sudah beroperasi sejak lama.

(Baca juga: Fadli Zon: Kemenkominfo Tak Bisa Serta Merta Blokir Situs )

Jika tiba-tiba diblokir karena dianggap menyebarkan kebencian, ia menganggap pemerintah telah melakukan kesewenang-wenangan.

Kalaupun dianggap bertentangan dengan hukum, lanjut dia, semestinya bukan akses informasinya yang ditutup.

"Tanpa ada tindakan penegakkan hukum, upaya pemerintah untuk menutup akses terhadap situs-situs tersebut hanyalah perbuatan sia-sia dan dapat menjurus pada upaya pembungkaman kebebasan berekspresi," kata Anggara.

Sebelum revisi UU ITE disahkan, ICJR sudah lama menyerukan penentangan pasal-pasal yang direvisi.

Salah satunya adalah Pasal 40 yang menyebutkan bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika memperoleh kewenangan luas untuk memblokir situs-situs tersebut.

Revisi tersebut, kata Anggara, menjadi pelembagaan proses dan mekanisme blokir yang selama ini dianggap salah dilakukan oleh pemerintah.

"Sayangnya, pembahasan revisi UU ITE antara pemerintah dan DPR RI berlangsung tertutup dan hasilnya malah memperbesar kewenangan pemerintah untuk melakukan penutupan akses terhadap situs atau aplikasi tertentu tanpa proses hukum yang adil dan tidak terkait dengan tindakan penegakkan hukum pidana," kata dia.

Anggara mengatakan, ICJR siap mengambil langkah hukum agar tak terjadi pemblokiran situs yang dapat memutus akses masyarakat mendapat informasi.

Seperti dikutip Antaranews.com, Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir 11 situs di yang dinilai mengandung konten suku, ras agama, dan antargolongan (SARA) yang membahayakan persatuan dan kesatuan.

 

Plt Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Kemkominfo Noor Iza mengatakan, sebelumnya juga ada situs-situs yang bermuatan SARA yang telah diblokir oleh Kementerian atas permintaan lembaga dan instansi terkait.

Situs-situs tersebut dinilai provokatif, mengandung ujaran kebencian, membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Untuk 11 situs yang diblokir tersebut, menurut Noor Iza, dilakukan atas permintaan dari lembaga dan instansi terkait seperti Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com