JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara, menilai bahwa pemblokiran 11 situs yang diduga mengandung penyebaran kebencian bukanlah langkah yang tepat.
Menurut Anggara, alih-alih memblokir situs, semestinya aparat penegak hukum bergerak untuk menangkap oknum yang menyebarkan pemberitaan tersebut.
"Dalam pandangan ICJR, mestinya pemerintah melakukan tindakan penegakan hukum terhadap operator-operator situs tersebut," ujar Anggara melalui keterangan tertulis, Jumat (4/11/2016).
Menurut Anggara, situs-situs tersebut sudah beroperasi sejak lama.
(Baca juga: Fadli Zon: Kemenkominfo Tak Bisa Serta Merta Blokir Situs )
Jika tiba-tiba diblokir karena dianggap menyebarkan kebencian, ia menganggap pemerintah telah melakukan kesewenang-wenangan.
Kalaupun dianggap bertentangan dengan hukum, lanjut dia, semestinya bukan akses informasinya yang ditutup.
"Tanpa ada tindakan penegakkan hukum, upaya pemerintah untuk menutup akses terhadap situs-situs tersebut hanyalah perbuatan sia-sia dan dapat menjurus pada upaya pembungkaman kebebasan berekspresi," kata Anggara.
Sebelum revisi UU ITE disahkan, ICJR sudah lama menyerukan penentangan pasal-pasal yang direvisi.
Salah satunya adalah Pasal 40 yang menyebutkan bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika memperoleh kewenangan luas untuk memblokir situs-situs tersebut.
Revisi tersebut, kata Anggara, menjadi pelembagaan proses dan mekanisme blokir yang selama ini dianggap salah dilakukan oleh pemerintah.
"Sayangnya, pembahasan revisi UU ITE antara pemerintah dan DPR RI berlangsung tertutup dan hasilnya malah memperbesar kewenangan pemerintah untuk melakukan penutupan akses terhadap situs atau aplikasi tertentu tanpa proses hukum yang adil dan tidak terkait dengan tindakan penegakkan hukum pidana," kata dia.
Anggara mengatakan, ICJR siap mengambil langkah hukum agar tak terjadi pemblokiran situs yang dapat memutus akses masyarakat mendapat informasi.
Seperti dikutip Antaranews.com, Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir 11 situs di yang dinilai mengandung konten suku, ras agama, dan antargolongan (SARA) yang membahayakan persatuan dan kesatuan.
Plt Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Kemkominfo Noor Iza mengatakan, sebelumnya juga ada situs-situs yang bermuatan SARA yang telah diblokir oleh Kementerian atas permintaan lembaga dan instansi terkait.
Situs-situs tersebut dinilai provokatif, mengandung ujaran kebencian, membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.
Untuk 11 situs yang diblokir tersebut, menurut Noor Iza, dilakukan atas permintaan dari lembaga dan instansi terkait seperti Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.