Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Diminta Proses Hukum Pimpinan dan Anggota Komisi V DPR yang Diduga Terima Suap

Kompas.com - 28/10/2016, 19:27 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary, Hendra Karianga, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar memproses hukum pimpinan dan anggota Komisi V DPR yang menerima suap dari proyek di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

"Mereka kan terima uang, ya namanya suap itu yang menyerahkan, yang menerima harus kena. Tidak boleh dong, semua harus diperiksa, diproses," ujar Hendra, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Jumat (28/10/2016).

Berdasarkan pengakuan Amran, menurut Hendra, sebanyak 20 anggota Komisi V DPR menerima suap dari pengusaha di Maluku.

Suap tersebut diberikan saat pimpinan dan anggota Komisi V DPR melakukan kunjungan kerja ke Maluku pada Agustus 2015.

Hendra mengatakan, program aspirasi yang diusulkan anggota Komisi V DPR untuk proyek infrastruktur di Maluku merupakan bentuk intervensi kepada Kementerian PUPR.

(Baca: Amran Mustary Minta Uang Rp 10 Miliar untuk THR Pimpinan di Kementerian PUPR)

Sebab, program aspirasi tidak secara langsung dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Menurut Hendra, Amran menyerahkan langsung uang suap kepada 8 anggota Komisi V DPR.

Sementara sisanya, diserahkan oleh pengusaha Abdul Khoir.

Uang untuk anggota Komisi V DPR tersebut berjumlah Rp 445 juta.

Adapun, uang yang diberikan untuk Ketua Komisi V sebesar Rp 50 juta. Uang-uang tersebut dibagikan menggunakan amplop.

"Salah satunya ke Pak Michael Wattimena. Kemudian kepada Ellion, kemudian Ibu Damayanti, dan ada enam orang lagi yang Pak Amran tidak tahu namanya," kata Hendra.

Seusai melakukan kunjungan kerja ke Maluku pada Agustus 2015, sejumlah anggota Komisi V DPR mengusulkan proyek yang akan dikerjakan dengan dana aspirasi yang diberikan pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR.

Namun, usulan proyek tersebut kini terhenti, karena sejumlah anggota Komisi V DPR diduga menerima suap dari para pengusaha yang berharap mengerjakan proyek tersebut.

Hingga saat ini, baru tiga anggota Komisi V DPR yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Ketiganya adalah, Damayanti Wisnu Putranti (Fraksi PDI-P), Budi Supriyanto (Fraksi Golkar) dan Andi Taufan Tiro (Fraksi PAN).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com