Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Sidang MK, Ahli Jelaskan UU Pilkada Terbaru Lebih Meringankan Petahana

Kompas.com - 19/10/2016, 12:31 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Syaiful Bakhri menilai aturan cuti petahana yang tertuang dalam UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) saat ini lebih ringan ketimbang UU Pilkada sebelumnya.

Hal itu disampaikan Syaiful dalam sidang uji materi terkait ketentuan cuti bagi petahana dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau UU Pilkada di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/10/2016).

Syaiful menjadi ahli yang diajukan Habiburokhman sebagai pihak terkait. (Baca: KPU Harap MK Putuskan Perkara Cuti Petahana Sebelum Tahapan Kampanye)

Uji materi ini diajukan oleh bakal calon gubernur petahana DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang merasa keberatan dengan kewajiban cuti bagi petahana.

Pasal 7 huruf p, q, r, s, t, u UU Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada mengatur keharusan anggota DPRD, DPD, DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Polri, TNI dan PNS serta Pegawai BUMN mengundurkan diri jika maju pilkada setelah ditetapkan sebagai calon kepala daerah.

"Ketentuan ini sedikit lebih ringan dari aturan sebelumnya yang bahkan mewajibkan mundur dari jabatan," ujar Syaiful di hadapan majelis sidang yang dipimpin Arief Hidayat, Rabu.

Syaiful melanjutkan, alasan cuti juga untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan oleh petahana.

"Dimana (petahana bisa) mengerahkan PNS dan menggunakan anggaran serta fasilitas sebagai pemimpin daerah," kata dia.

Menurut Syaiful, aturan cuti menjadi sangat penting guna mewujudkan demokrasi Indonesia yang utuh.

"Soal cuti petahana bukan lagi isu yang harusnya diperdebatkan untuk pembangunan demokrasi Indonesia," ujarnya.

Sebelumnya, Ahok mengajukan uji materi ini karena beralasan tetap ingin bekerja dan mengawasi pembahasan APBD pada masa kampanye.

Ia mengajukan uji materi Pasal 70 (3) UU Pilkada yang mengatur ketentuan cuti bagi petahana.

Dia meminta cuti bagi calon petahana dilaksanakan saat akan berkampanye.

Jika tidak mau berkampanye, petahana bisa tetap melakukan pekerjaannya. Menurut aturan yang ada dalam UU saat ini, petahana wajib cuti selama masa kampanye atau sekitar empat bulan.

(Baca: Perdebatan Ahok dan Utusan Jokowi soal Cuti Kampanye Petahana)

Pada pilkada serentak tahun depan, itu berarti mulai 28 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017. Gugatan yang diajukan Ahok teregistrasi di MK dengan nomor perkara 60/PUU-XIV/2016.

Kompas TV Cuti Petahana Lebay? - Satu Meja
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com