JAKARTA, KOMPAS.com - Istana meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan salah seorang Direktur Utama BUMN.
"Kalau memang ada bukti-buktinya, maka KPK harusnya segera lidik, sidik terhadap yang bersangkutan," ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung, di Kompleks Istana, Jakarta, Jumat (16/9/2016).
Pemerintah mendukung penuh pemberantasan korupsi di seluruh sektor sebagaimana ditegaskan Presiden Joko Widodo dalam sejumlah kesempatan.
"Presiden berulang kali menegaskan, kalau ada orang yang korupsi atau menyalahgunakan kekuasaan atau mengambil fee, maling, dia harus bertanggung jawab. Termasuk direksi BUMN tadi," ujar Pramono.
(Baca: Ruhut Sebut yang Diselidiki KPK adalah Dirut BUMN Sektor ESDM)
Ia mengaku, telah berkomunikasi secara personal dengan Ketua KPK Agus Rahardjo.
Namun, Pramono membantah komunikasi itu untuk mengetahui siapa Direktur Utama BUMN yang tengah diusut KPK.
Pramono menghormati sifat kerahasiaan KPK dengan tidak bertanya tentang hal itu.
Ia hanya menyampaikan dukungan pemerintah atas pemberantasan korupsi di segala sektor.
Kini, pemerintah dalam posisi menunggu proses penyelidikan KPK.
Pramono menegaskan, Menteri BUMN akan langsung mencopot yang bersangkutan jika dugaan itu terbukti.
"Kalau memang ada indikasi awal KPK terindikasi, kami langsung berhentikan," ujar Pramono.
Diberitakan, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, ada salah seorang Direktur BUMN yang menerima dan menyimpan uang di Singapura.
(Baca: Selidiki Suap kepada Direksi BUMN, KPK Kerja Sama dengan Singapura)
Uang itu diduga untuk menghindari Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
"Untungnya kami sudah kerja sama dengan lembaga semacam KPK yang ada di Singapura," ujar Agus, dalam acara penandatanganan kerja sama BPJS Ketenagakerjaan dan KPK di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Rabu (14/9/2016).
Menurut Agus, aliran keuangan mencurigakan tersebut diduga tidak hanya terjadi pada satu pejabat BUMN.
Agus tidak mau membuka lagi lebih rinci soal penyelidikan baru yang dilakukan KPK lantaran proses pendalaman sedang dilakukan penyidik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.