Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wewenang TNI dalam Berantas Teroris Dinilai Tak Perlu Ditambah

Kompas.com - 22/07/2016, 17:43 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Dalam Operasi Tinombala untuk memberantas teroris di Poso, Sulawesi Tengah, pasukan gabungan TNI-Polri berhasil menembak mati pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Santoso.

Namun, keberhasilan pasukan yang melibatkan TNI tersebut tidak serta-merta perlu diapresiasi dengan menambah wewenang TNI dalam memberantas teroris.

Menurut anggota Komisi I DPR Charles Honoris, Indonesia menganut sistem penegakan hukum dalam mengangani kasus terorisme.

Sehingga, keterlibatan TNI seharusnya mengacu pada asas permintaan dan kebutuhan dari aparat penegak hukum yang disahkan melalui keputusan presiden.

"Jadi, tidak perlu penambahan kewenangan TNI yang berlebihan di dalam revisi UU Antiterorisme. Jangan sampai nanti justru menimbulkan persoalan baru dalam penegakan hukum, khususnya pada tindakan pemberantasan terorisme,” kata Charles dalam keterangan tertulis, Jumat (22/7/2016).

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, TNI harus mengacu kepada UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Dalam dua aturan itu diatur apa saja tugas, pokok, dan fungsi yang dapat dilakukan TNI termasuk pemberantasan teroris yang menjadi salah satu dari 14 kegiatan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

"Jangan sampai malah terjadi tumpang tindih kebijakan dan undang-undang yang justru memunculkan potensi semakin sulitnya koordinasi yang dilakukan oleh berbagai institusi," ujar Charles.

"Bahkan, jangan sampai mengancam penegakan dan marwah undang-undang itu sendiri," kata dia.

Lebih jauh, ia menilai, daripada menambah wewenang TNI di dalam pemberantasan teroris, lebih baik jika meningkatkan fungsi pencegahan dan deteksi dini melalui Badan Intelijen Negara.

Koordinasi antara tiga instansi, yaitu BIN, TNI, dan Polri perlu ditingkatkan, agar informasi yang sudah dikumpulkan oleh BIN tidak sia-sia.

Kompas TV Revisi UU Anti-terorisme Masuk Prolegnas 2016
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

Nasional
Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Nasional
Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com