Dua pekan terakhir, diskursus di ruang publik diwarnai dua insiden, yakni kemacetan parah di Gerbang Tol Brebes Timur yang diplesetkan dengan "Brexit" dan vaksin palsu. Pemerintah menanggapi isu itu.
Namun, alih-alih menenangkan, kemarahan kelas menengah "kritis" justru semakin menjadi. Ditengarai ada yang kurang pas dengan cara pemerintah merespons.
Media massa, baik surat kabar, televisi, maupun situs berita daring, membicarakan dua isu itu. Pengguna internet atau netizen juga sibuk membicarakan "Brexit" dan vaksin palsu di media sosial.
Dua persoalan itu sangat mudah menarik perhatian masyarakat yang melek informasi, terutama kelas menengah kritis.
Isu kemacetan lalu lintas saat arus mudik Idul Fitri lalu dan vaksin palsu dekat dengan realitas kehidupan mereka.
Mereka bisa dengan mudah mengasosiasikan diri dengan "korban" karena mereka memang bisa saja jadi korban. Dengan begitu, dua urusan itu sudah jadi persoalan "personal".
Brexit menunjukkan "horor" kemacetan lalu lintas di Gerbang Tol Brebes Timur yang berkilo-kilometer panjangnya. Tambahan pula, muncul informasi seputar pemudik yang meninggal di tengah kemacetan itu.
Korelasinya boleh jadi tidak langsung; seseorang meninggal karena terjebak kemacetan. Namun, bukan tidak mungkin pula kemacetan yang panjang dan melelahkan itu memberi sumbangsih, memperparah kondisi fisik pemudik hingga ada yang meninggal.
Dalam persoalan ini netizen menyalahkan pemerintah. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menjadi salah satu figur yang "diserang".
Tanggapan Jonan terhadap komentar netizen atas kemacetan di Brexit tak membantu menyelesaikan persoalan.
Pemilik akun Twitter @willdjaja pada 6 Juli mencuit, "Jonan ini ngeles nya gak enak banget soal Brexit, mental nya korporat sih. Biasa buang badan."
Namun, ada pula komentar yang meminta netizen adil menilai kinerja Jonan.
Pemilik akun @Darmaningtyas pada 11 Juli mencuit, "Menhub Ign Jonan seakan jd tertuduh tunggal atas petaka mudik di Brexit, Kenapa pengelola jln tol mlh tdk dipersalahkan sama sekali ya?"
Minta maaf
Belakangan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengambil inisiatif menyampaikan permohonan maaf pemerintah atas kemacetan parah itu.
Sebagian netizen mengapresiasinya, tetapi ada pula netizen yang kembali mempertanyakan kenapa Menteri Dalam Negeri yang meminta maaf.
Mengapa bukan dari mereka yang bertanggung jawab langsung terhadap kelancaran arus mudik atau yang memutuskan penggunaan ruas Tol Pejagan-Brebes Timur?
"Pastilah tidak pernah ada orang yang meninggal karena macet. Namun, bukan itu esensi komunikasinya. Selayaknya ada permintaan maaf dan menjanjikan perbaikan," kata pakar komunikasi politik Effendi Gazali, Sabtu (16/7).
Effendi Gazali juga menilai respons pemerintah terkait peredaran vaksin palsu yang meresahkan masyarakat kurang menenangkan dan cenderung terlambat.
Persoalan vaksin palsu diungkap Juni lalu oleh Mabes Polri. Mereka menangkap pembuat vaksin palsu yang mendistribusikan barang itu ke Tangerang, Bekasi, dan Jakarta.