JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie menyatakan, semestinya judicial review Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada diajukan oleh partai politik (parpol) yang tak mendapat kursi di DPR.
Jimly berpendapat, jika uji materi diajukan oleh Komisi Pemilihan Umum, maka dikhawatirkan akan merusak hubungan kerja antara KPU dan DPR, terutama saat rapat dengar pendapat (RDP).
"Kalau kemarin masyarakat sipil yang mengajukan judicial review ditolak Mahkamah Konstitusi karena tak punya legal standing. Maka supaya bisa punya legal standing, parpol-parpol yang tak dapat kursi di DPR bisa mengajukan," ujar Jimly saat diwawancarai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (15/7/2016).
Jimly menambahkan, parpol yang tak memiliki kursi di DPR pastinya memiliki legal standing. Mereka memiliki alasan untuk mengamankan dirinya melalui UU Pilkada agar suaranya tak digembosi oleh parpol besar yang memiliki kursi di DPR pada pelaksanaan pilkada.
"Jadi parpol seperti Partai Bulan Bintang (PBB) dan selainnya bisa saja mengajukan judicial review terhadap UU Pilkada tersebut," kata mantan Ketua MK tersebut.
Komisioner KPU Ida Budhiati mengatakan, KPU masih menyusun draf uji materi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ke MK.
"Draf disusun berdasarkan ketentuan MK soal hukum acara pengujian undang-undang," kata Ida di KPU, Jakarta, Rabu (13/7/2016).
Dalam draf tersebut, KPU akan menjelaskan tiga hal. Pertama, KPU memberikan penjelasan tentang kewenangan MK berdasarkan undang-undang dasar dan undang-undang.
Draf itu juga menjelaskan legal standing KPU dalam melakukan uji materi undang-undang.
"Dalam UU MK dan peraturan MK diatur siapa yang punya legal standing untuk ajukan uji materi. Salah satunya lembaga negara. KPU termasuk lembaga negara yang diatur dalam konstitusi," ucap Ida.
KPU juga menjelaskan alasan pengajuan uji materi yaitu terkait dengan ketentuan Pasal 9a. Dalam pasal tersebut KPU wajib berkonsultasi dalam menyusun dan menetapkan peraturan KPU (PKPU).
"Sepanjang anak kalimat mengikat ini yang mempunyai satu potensi menghambat KPU untuk bisa mengambil suatu keputusan yang mandiri. Esensi kemandirian dan independensi kan terletak pada pengambilan keputusan yang tidak bisa tunduk pada tekanan atau intervensi dari pihak mana pun," ujar Ida.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.