JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta membatalkan penetapan status justice collabolator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum terhadap terdakwa Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir.
Majelis Hakim justru memperberat hukuman bagi Abdul Khoir. Dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/6/2016), Hakim menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta bagi Abdul Khoir.
Dalam salah satu pertimbangannya, Hakim berpendapat bahwa penetapan status justice collabolator yang ditandatangani pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tertanggal 16 Mei 2016, tidak tepat. Hal ini karena Abdul Khoir berperan sebagai pelaku utama dalam kasus yang didakwakan kepadanya.
"Penetapan justice collabolator adalah tidak tepat, sehingga tidak dapat dijadikan pedoman," ujar Anggota Majelis Hakim Faisal Hendri saat membaca pertimbangan hakim.
(Baca: KPK Kabulkan Permohonan Penyuap Anggota Komisi V DPR Jadi "Justice Collabolator")
Majelis Hakim menilai Abdul Khoir lebih berperan aktif dalam menggerakan para pengusaha lainnya untuk memberi suap kepada pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan sejumlah anggota Komisi V DPR.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Abdul Khoir dengan hukuman pidana 2,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
Jaksa menilai, Abdul Khoir terbukti menyuap sejumlah anggota Komisi V DPR dan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary.
(Baca: Penyuap Anggota Komisi V DPR Divonis 4 Tahun Penjara)
Dalam surat dakwaan, Abdul Khoir dinyatakan menyuap sejumlah anggota Komisi V DPR, yakni kepada Damayanti Wisnu Putranti (PDI-P) sebesar 328.000 dollar Singapura dan 72.727 dollar AS, kepada Budi Supriyanto (Golkar) sebesar 404.000 dollar Singapura.
Kemudian, kepada Andi Taufan Tiro (PAN) sebesar Rp 2,2 miliar dan 462.789 dollar Singapura dan kepada Musa Zainuddin (PKB) sebesar Rp 4,8 miliar dan 328.377 dollar Singapura.
(Baca: Penyuap Anggota DPR: Saya Terpaksa Ikut Permainan Pembagian Jatah di Komisi V)
Selain itu, uang juga diberikan kepada Kepala BPJN IX Maluku Amran HI Mustary, sebesar Rp 16,5 miliar dan 223.270 dollar Singapura. Selain itu, sebuah ponsel seharga Rp 11,5 juta.
Pemberian uang tersebut dilakukan oleh Khoir untuk mengupayakan dana dari program aspirasi DPR RI disalurkan untuk proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara, serta menyepakati dia sebagai pelaksana proyek tersebut.