JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Partai Golkar Nurul Arifin mengakui banyaknya stigma negatif yang menempel pada Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.
Ini menyebabkan timbul keraguan dan meragukan keberlangsungan Partai Golkar di bawah kepemimpinan Novanto.
Citra tentang Novanto yang selama ini melekat di benak publik, kata Nurul, justru menjadi tantangan bagi kepengurusan baru.
"Memang banyak stigma yang menempel pada Pak Novanto, tapi kami paham bahwa di politik segala sesuatu bisa dikapitalisasi," ujar Nurul di Kantor Para Syndicate, Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (27/5/2016).
Nurul menambahkan, seusai rekonsiliasi, Partai Golkar memiliki energi dan optimisme baru untuk bangkit dan membangun Golkar yang baru.
Menurut dia, Novanto merupakan sosok pekerja keras dan akomodatif sehingga Nurul meyakini Golkar di bawah kepemimpinan Novanto akan segera bangkit.
Keyakinan tersebut, kata dia, ditunjukkan oleh beberapa momen ketika Novanto mampu menjadi mediator serta menjembatani perbedaan pandangan dan sikap yang ada.
Nurul mencontohkan, Koalisi Merah Putih (KMP) yang dulu dianggap oposisi kuat pemerintahan. Namun, setelah di parlemen, justru KMP menjadi pendukung utama pemerintah melalui kritik-kritik yang membangun.
Situasi tersebut dibangun saat Novanto masih menjabat Ketua DPR.
Sementara di internal partai sendiri, hal tersebut dibuktikan pada situasi fraksi yang mampu disatukan saat Novanto menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR.
"Kubu Ancol dan Bali bisa disatukan di dalam fraksi dengan menempatkan kedua kubu tersebut dalam posisi yang baik," ujar Nurul.
Pesimisme publik, lanjut dia, justru menjadi cambuk untuk meyakinkan publik bahwa Golkar bisa lebih baik ke depannya dengan Novanto sebagai nakhodanya.
"Semoga ke depan kami bisa buktikan bahwa apa yang diragukan publik akan kami jawab dengan pekerjaan yang bisa membuat Golkar lebih dicintai publik," tutur Nurul.