NUSA DUA, KOMPAS.com - Pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan terkait posisi ketua umum Partai Golkar, tak bisa dipandang sebagai sikap Presiden Joko Widodo.
Luhut sebelumnya mengatakan, jika Presiden tidak suka apabila ketua umum Golkar rangkap jabatan.
Menurut pengamat politik dari Universitas Gajah Mada, Arie Sudjito, dua politisi Partai Golkar saat ini bertengger di pemerintahan yang dipimpin Presiden Jokowi, yakni Luhut dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Sebagai politisi, keduanya tetap memiliki kepentingan atas keberadaan partai berlambang pohon beringin itu.
"Posisi Luhut, posisi JK, tentu akan berbeda dengan Jokowi. Jangan dipandang Luhut representasi Presiden," kata Arie saat dihubungi awak media, Minggu (15/5/2016).
Dari delapan bakal calon ketua umum, beberapa di antaranya memang tercatat sebagai pejabat negara dan pejabat daerah.
Mereka adalah Ketua DPR Ade Komarudin, Wakil Ketua MPR Mahyudin, Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto, Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo, serta dua anggota DPR, Aziz Syamsudin dan Airlangga Hartarto.
Arie menilai, kecil kemungkinan bagi Presiden Jokowi untuk mengintervensi proses Munaslub Partai Golkar.
Untuk itu, ia berpandangan, agar para pemegang hak suara tak terpengaruh oleh upaya penggiringan isu dalam memilih ketua umum.
"Terlalu beresiko (kalau intervensi). Luhut dan JK adalah orang Golkar. Karena itu, keduanya tak bisa dianggap representasi presiden karena keduanya bagian dari Golkar," ujarnya.