JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan bahwa ada indikasi pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh aparat keamanan ketika melakukan penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan buku terkait munculnya isu komunisme.
Beberapa pelanggaran prosedur itu terjadi di Maluku Utara, Jakarta, dan beberapa kota lain.
Menurut penuturan Alghiff, beberapa hari lalu, pihak LBH Jakarta mendampingi seorang pelajar yang ditahan polisi karena kedapatan membawa kaus berlogo palu arit dan buku Mao Zedong, tokoh komunis China.
Namun, penangkapan dan penyitaan tersebut tidak disertai ketaatan prosedur.
"Dalam kasus ini, aparat keamanan diduga melanggar prosedur penangkapan. Hal tersebut bahaya bagi demokrasi dan perkembangan ilmu pengetahuan," ujar Alghiff saat ditemui di kantor LBH Jakarta, Kamis (12/5/2016).
(Baca: Buku "The Missing Link G 30 S PKI" Disita dari Toko Swalayan)
Alghiffari menjelaskan, sebelum melakukan penggeledahan, penyitaan, bahkan penangkapan, polisi seharusnya menjelaskan identitas dirinya kepada orang yang mau digeledah.
Penggeledahan pun harus disertai surat izin penggeledahan dan didampingi ketua RT/RW setempat.
(Baca: Saat Kaus Band Metal Dikira Lambang Palu Arit PKI)
Selain itu, aparat juga harus menunjukkan surat izin dari pengadilan negeri sebelum melakukan penyitaan buku. Hal itu berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi pada 2010 terkait peninjauan kembali UU No 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum.
"Harus ada basis hukumnya mereka melakukan penyitaan dan penggeledahan atas dasar apa, pidana apa. Kami lihat dalam kasus yang terjadi, itu tidak dilakukan oleh kepolisian," kata Alghiffari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.