JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti sejarah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam menilai, penindakan yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap hal-hal yang berbau komunisme bisa mengganggu ketenangan masyarakat.
Sebab, penindakan tersebut dilakukan membabi buta seakan atribut tersebut bermunculan dimana-mana secara serentak.
"Saya menyayangkan kalau ini masih diteruskan," kata Asvi saat dihubungi, Rabu (11/5/2016).
Asvi menambahkan, lebih parah jika hal ini merembet ke daerah. Menurut dia, saat ini di daerah sudah mulai dilakukan sweeping buku-buku yang berkaitan dengan tokoh kiri.
(baca: TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 Belum Dicabut, Pemerintah Larang Semua Hal Berbau Komunis)
Padahal, buku dianggap mampu mengungkap sejarah masa lalu yang pada masa Orde Baru tak dapat dibaca.
"Ini kemunduran yang sangat besar kalau dilanjutkan," ucap Asvi.
(baca: Kemunculan Atribut PKI Dinilai Pengalihan Isu)
Menurut Asvi, pemerintah perlu memberikan penjelasan kepada masyarakat agar isu ini tak bergulir semakin liar. Misalnya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung diminta memperjelas pernyataannya tentang TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 yang disebut masih berlaku.
Asvi menuturkan, aturan tersebut sebetulnya telah disempurnakan dengan TAP MPR Nomor 1 Tahun 2003. (baca: Gambar Palu Arit, Kuntilanak yang Mencederai Akal Sehat Kita)
"Harusnya memperjelas statement dia. Tidak sekedar TAP itu berlaku, tapi ada TAP lain yang sudah menyelesaikan persolaan ini," ucapnya.
Selain itu, ia juga berharap agar implementasinya tak sampai melarang buku beredar atau adanya sweeping buku.
(baca: Polri Imbau Masyarakat Hati-hati Terhadap Simbol Komunis)
"Itu jelas sangat tidak berbudaya," kata Asvi.